AHULUSSUNAH WAL JAMA’AH

AHULUSSUNAH WAL JAMA’AH

Kontroversi Aswaja
Sejak akhir dasawarsa 1980-an dan awal 1990-an, wacana Aswaja suda ramai diperbincangkan kembali. Perbincangan ini mula-mula ada dikalangan komunitas muda NU, terutama yang tergabung di PMII. Pada mulanya perbincangan aswaja baru seputar pertanyaan mengapa Aswaja menghambat perkembangan intelektual mereka. Diskusi terhadap doktrin ini lalu sampai pada kesimpulan, bahwa kemandekan berfikir ini karena kita mengadopsi mentah-mentah paham Aswaja secara qaulun (kemasan praktis pemikiran Aswaja). Lalu dicoba membongkar sisi metodologi berfikirnya (manhnj al-fikr), seberapa jauh hal ini akan membuka kran wacana intelektual ditubuh NU? Yakni cara berfikir yang memegang prinsip tawassuth (moderat), tawazun (keseimbangan) dan ta' addul (keadilan). Setidaknya prinsip ini dapat mengantarkan pada sikap keberagamaan yang non-ekstrimitas (tatharruf) Kiri ataupun Kanan.
Gugatan ini sebenarnya belum keluar dari frame Aswaja. Artinya, belum ada keberanian untuk mempertanyakan lebih jauh mengapa Aswaja yang taqlid kepada Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi secara teologis,mengikuti madzhab empat secara fiqhiyyah, dan bertasawwuf dalam madzhab Imam Ghozali & Baihaqi, sebagai kebenaran yang masuk surga.
Pergulatan intelektual muda NU tidak berhenti sampai disini, kemudian mereka berkenalan dengan pemikiran-pemikirn muslim progressif dan radikal seperti; Ali Syariati, Asghar Ali Engineer (Aliran Syiah), sampai pada tokoh "Kiri Islam" dasa warsa 1990-an yaitu Hassan Hanafi, teolog modem asal Mesir dari aliran Sunni. Kajian histories Said Aqiel Sirajd, dalam disertasi doktoralnya, mendapat reaksi keras dan dianggap sebagai syiah dan bahkan murtad. Karena kajian historis maka watak kajiannya profane, realis, objektif dan apa adanya. Objek kajiannya adalah sejarah pada sahabat Khulafaur Rasyidin sampai munculnya sekte­sekte madzhab pemikiran, termasuk aliran Asy' ariyah dan Maturidiah. Maka tidak heran para kiai yang kurang mengenal metode ilmiah menuduh Said sebagai tindakan yang melecehkan para sahabat. Keyakinan para kiai tersebut pada akhimya bahwa sahabat dan para ularna "tidak boleh salah", dan kalau salah maka ambruklah seluruh bangunan pemikiran Islam yang selarna ini diajarkan kepada para santri­santri di pondok pesantren. Namun radikalitas permikiran Said ini hanya berhenti pada reinterpretasi.
Ahlussunah Wal Jama’ah
Menurut Said Agiel Siradj, selama ini aswaja sering dipahami sebagai suatu mazhab. Jika dipahami sebagai madzhab maka aswaja akan mengkristal menjadi institusi. Jelas pandangan ini paradoks dengan fakta sejrah kelahiran aswaja. Aswaja itu sebenamya bukanlah madzhab melainkan hanyalah manhaj al-fikr atau paham yang didalamnya memuat banyak aliran dan mazhab. Ciri khas Aswaja yang paling menonjol adalah menempuh jalan tengah (tawassuth). Jalan tengah atau moderatisme Aswaja bukanlah harga mati, tetapi harus aspiratif terhadap perkembangan zaman. Sebagai metode berfikir, pemahaman Aswaja harus menjadi titik awal kerangka berfikir menggali hukum (syariat). Ini adalah pembaharuan pemikiran kritis dan progressif serta menjadi karakter NU.
Pemikiran Tholchah Hasan memberikan penegasan pemikiran bahwa Aswaja tidak bisa semata-mata dipahami secara doktrinal, tetapi juga historis dan kultural. Aswaja juga mengandung "aqwal" (pemikiran­pemikiran yang mapan) sebagai hasil pemikiran dengan menggunakan mahaj al-fikr. Upaya pengembangan Aswaja perlu pengkajian dati berbagai sudut pandang iImu terutama iImu sosiaI, sehingga Aswaja bisa diinterodusikan secara rasionaI, sistematis, dan kontekstual sesuai dengan transformasi cultural yang sedng berjalan. Aswaja tidak hanya dipahami sebagai pemikiran yang berkaitan dengan akidah, fiqih, tasawuf, tetapi perlu dikembangkan secara universal dalam bidang politik, sosial, budaya, ekonomi, dsb.
Aswaja pada muaranya memberikan titik tekan pada pola pikir yang digunakan untuk menelaah realitas sosial. Manhaj al-Fikr yang dipakai oleh kaum nahdIiyyin hams kontekstual sesuai dengan perkembangan khasanah pemikiran Islam dan perkembangan zaman.

PEREBUTAN ATAS BENDERA ASWAJA
Prawacana
Islam sebagai agama yang diyakini akan mampu menolong dan menyelamatkan umat-nya selalu tidak lepas dari semacam klaim untuk saling membenarkan, menuduh sampai memvonis-nya. Hal yang demikian sesungguhnya dipandang dari paradigma tertentu lebih dari merupakan bentuk mempertahankan atas eksistensi baik golongan, individu sampai pertentangan antar iman.
Adanya bermacam aliran ini memang telah telah disenyalir oleh Rosululloh sendiri dengan statement beliau dalam hadist yang telah kontemporer dalam beberapa riwayat, diantaranya adalah hadist riwayat Ibu Tirmidzi. Dalam hadist yang kontemporer tersebut telah jelas bahwa yang akan diakui oleh nabi sebagai satu golongan yang akan terselamatkan, yakni golongan Ahlussunnah Wal jamaah (ASWAJA). Namun siapa yang sesungguhnya berhak atas klaim dan membawa bendera ASWAJA tersebut? Dalam prespektif pemikiran yang seperti ini, maka untuk menjawab setidaknya ada kajian dalam 4 dimensi : 1) Kajian secara Historis/ akar sejarah-nya, 2) Kajian atas Nubuwah/ Statemen-sinyalemen, 3) Kajian atas Fakta dan logika obyektif, 4) Kajian prespektif transformatif.
Dalam kesempatan ini, sengaja kita tidak akan memperdebatkan lebih sampai perdebatan atas klaim ASW AJA, namun lebih pada pembacaan secara singkat atas beberapa perspektif, yakni: 1) Aspek Historisitas Aswaja, 2) Aspek Aswaja sebagai Manhaj aI-fikr.

Aspek Historisitas
Pendapat bahwa ASWAJA bukan sebagai doktrin merupakan pengingkaran terhadap kenyataan, karena pemahaman yang tersebar dalam berbagai bidang ilmu-ilmu ke-Islam-an, seperti Fiqih, Theologi dan Sufisme yang sekarang dianut oleh kebanyakan umat Islam mempakan doktrin atas Aswaja itu sendiri, Padahal kajian atas tradisi pemikiran Islam yang ada sekarang (Fiqih, Theologi, Sufisme dan yang lainnya) tidak lahir dari ruang yang hampa. Ia lahir dari suatu proses pergumulan yang panjang, yang sudah barang tentu terkait erat dengan aspek-aspek sosio-kultural serta sosio-politik yang melingkupinya. Ada beberapa alasan yang menganggap kajian kesejarahan ini sangat penting yakni; Pertama; banyak umat Islam yang mempersepsikan aswaja dangan berbagai variannya hanya sebagai ideologi yang baku, seolah infallibe dan immune terhadap perubahan zaman. Dalanm konteks ini Aswaja sering dipahami secara sederhana hanya sebatas antitesis dari faham Syi'ah, Ortodoksi dari heterodoksi atau sunnahdari bid'ah. Kedua; aswaja seharusnya tidak hanya dipahami dari sisi doktrinal, tetapi lebih didasarkan atas suatu kenyataan bahwa banyak pendapat para imam yang kita anggap sebagai rujukan namun diantara mereka saling berbeda tajam antara satu dengan yang lainnya. Seperti misalnya Imam AI-Junaidi yang meniadakan sifat-sifat Alloh SWT dan ditentang oleh faham Imam al-Asy'ari yeng menyatakan bahwa Allah SWT tetap memiliki sifat, dan lain sebagainya. Ketiga; Pemahaman Aswaja seharusnya juga tidak dipahami dalam satu perspektif teologis normatif saja, namun juga harus dipahami dalam sekian kacamata baik Historis, Normatif, maupun kajian secara transformatif.
Aspek Aswaja sebagai Manhaj al-Fikr .
Dalam tradisi yang dikembangkan oleh NU, penganut Aswaja biasanya didefinisikan sebagai orang yang mengikuti salah satu madzab empat (Hanafi, maliki, Syafi'i dan Hambali) dalam bidang Fiqih, mengikuti Imam al-Asy’ari dan Maturidi dalam bidang Aqidah dan mengikuti al-Junaidi dan al-Ghozali dalam bidang tasawuf, dalam sejarahnya definisi semacam ini dirumuskan oleh Hadratus Syaikh Kiai Hasyim Asy'ari sebagaimana tertuang dalam Qonun Asasi NU.
Dalam prespektif pendekatan Aswaja. sebagai Manhaj bisa dilakukan dengan cara bagaimana melihat Aswaja dalam Setting sosial-politik dan kultural saat doktrin tersebut lahir atau dikumandangkan. Dengan demikian dalam konteks Fikih misalnya, yang harus dijadikan bahan pertimbangan bukanlah produknya melainkan bagaimana kondisi sosial politik dan budaya ketika Imam hanafi, Imam Syafi'i, Imam Malik dan Imam Hambali melahirkan pemikiran Fiqih-nya. Dalam pemahaman theologi dan tassawuf juga seharusnya demikian.

Berangkat dari pola pendekatan pemahaman Aswaja perspektif msnhaj Al-Fikr yang paling penting dalam memahami Aswaja adalah menangkap makna dari latar belakang yang mendasari tingkah laku dalam ber-Islam, Bernegara dan bermasyarakat. Dalam karakter yang demikian inilah KH. Ahmad Sidiq (Al-Magfurlah) telah merumuskan karakter Aswaja kedalam tiga sikap, yakni; Tawasut, I’tidal dan Tawazun (Pertengahan, Tegak Lurus dan Keseimbangan). Ketiga inilah yang menjadi landasan atas kerangka mensikapi permasalahan­-permasalahan keagamaan, politik dan yang lainnya.

NILAI DASAR PERGERAKAN PMII
Terminologi NDP
Nilai Dasar Pergerakan (NDP) adalah nilai-nilai yang secara mendasar merupakan sublimasi nilai-nilai ke-Islaman, seperti kemerdekaan (al-hurriyyah), persamaan (al-musawa), keadilan ('adalah), toleran (tasamuh), damai (al-shuth), dan ke Indonesiaan (pluralisme suku, agama, ras, pulau, persilangan budaya) dengan kerangka paham ahlussunah wal jama' ah yang menjadi acuan dasar pembuatan aturan dan kerangka pergerakan organisasi. NDP merupakan pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan memberi spirit serta elan vital pergerakan yang meliputi iman (aspek aqidah), Islam (aspek syariah), ihsan (aspek etika, akhlaq dan tasawuf) dalam rangka memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akherat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan ahlussunah wal jama'ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtima'i (perubahan sosial) untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti-kekerasan, dan kritis transformatif.
Fungsi NDP
NDP memiliki beberapa fungsi, pertama, Kerangka Refleksi. Sebagai kerangka refleksi NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat level kebenaran-kebenaran ideal. Subtansi ideal tersebut menjadi suatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus ruang dan waktu (muhlamul qat’i) kerangka refleksi ini menjadi moralitas gerakan sekaligus sebagai tujuan absolut dalam mencapai nilai-nilai kebenaran, kemerdekaan, kemanusiaan.
Kedua, Kerangka Aksi. Sebagai kerangka aksi NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, analisis sosial untuk mencapai kebenaran faktual. Kebenaran sosial ini senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda dan berubah. Kerangka aksi ini memungkinkan warga pergerakan menguji, memperkuat dan bahkan memperbaharui rumusan kebenaran historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah.
Ketiga, Kerangka Ideologis. Kerangka ideologis menjadi rumusan yang mampu memberikan proses ideologisasi disetiap kader, sewkaligus memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses progressif dalam perubahan sosial. Kerangka ideologis juga menjadi landasan pola pikir dan tindakan dalam mengawal perubahan sosial yang memberikan tempat pada demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Kedudukan NDP
Pertama, NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas pergerakan. Kedua, NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dati kebebasan berfikir, berucap, bertindak dalam aktivitas pergerakan.
Rumusan NDP
Tauhid
Mengesakan Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Didalamnya terkandung hakikat kebenaran manusia. (Al-­Ikhlas, AI-Mukmin: 25, AI-Baqarah: 130-131). Subtansi tauhid;
(1) Allah adalah Esa dalam Dzat, sifat dan perbuatan-Nya,
(2) Tauhid merupakan keyakinan atas sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi dati kesadaran dan keyakian kepada haI yang ghaib (AI-Baqarah:3, Muhammad:14-15, AI-Alaq: 4, A l-Isra: 7),
(3) Tauhid merupakan titik puncak keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan nyata lewat tindakan,
(4) Dalam memaharni an mewujudkannya pergerakan telah memilih ahlussunah wal jama' ah sebagai metode pemahaman dan keyakinan itu.
Hubungan Manusia dengan Allah.
Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan menempatkan pada kedudukan yang mulia. Kemuliaan manusia antara lain terletak pada kemampuan berkreasi, berfikir dan memiliki kesadaran moral. Potensi itulah yang menempatkan posisi manusia sebagai khalifah & hamba Allah (AI-Anam:165, Yunus: 14.)
Hubungan Manusia dengan Manusia.
Allah meniupkan ruh dasar pada materi manusia. Tidak ada yang lebih utama antara yang satu dengan yang lainnya kecuali ketaqwaannya (AI-Hujurat:13). Pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dari semangat yang dijiwai oleh sikap kritis dalam kerangka religiusitas. Hubungan antara muslim dan non-muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia tanpa mengorbankan keyakinan terhadap kebenaran universalitas Islam.
Hubungan Manusia dengan Alam.
Alam semesta adalah ciptaan Allah. Allah menunjukkan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga tauhid meliputi hubungan manusia dengan alam (As-Syura: 20) Perlakukan manusia dengan alam dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan dunia dan akherat. Jadi manusia harus mentransendentasikan segala aspek kehidupan manusia.
NDP yang digunakan PMII dipergunakan sebagai landasan teologis, normatif dan etis dalam pola pikir dan perilaku. Dati dasar-dasar pergerakan tersebut muaranya adalah untuk mewujudkan pribadi muslim yang berakhlaq dan berbudi luhur, dan memiliki konstruksi berfikir kritis dan progressif.

NDP: Landasan Gerak Berbasis Teologis
NDP adalah sebuah kerangka gerak, ikatan nilai atau landasan pijak. Didalam PMII maka kita akan kenal dengan istilah NDP (Nilai Dasar Pergerakan). NDP adalah sebuah landasan fundamental bagi kader PMII dalam segala aktivitas baik-vertical maupun horizontal. NDP sesungguhnya kita atau PMII akan mencoba berbicara tentang posisi dan relasi yang terkait dengan apa yang akan kita gerakkan. PMII berusaha menggali sumber nilai dan potensi insan warga pergerakan untuk kemudian dimodifikasi didalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi citra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti motifasl, wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan.
Insaf dan sadar bahwa semua ini adalah keharusan bagi setiap kader PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII tersebut, baik secara personal maupun secara bersama-sama, sehingga kader PMII diharapkan akan paham betul tentang posisi dan relasi tersebut. Posisi dalam artia, di diri kita sebagai manusia ada peran yang harus kita lakukan dalam satu waktu sebagai sebuah konsekuensi logis akan adanya kita. Peran yang dimaksud adalah diri kita sebagai hamba, diri kita sebagai makhluq, dan diri kita sebagai manusia.
Ketiga posisi di atas merupakan sebuah kesatuan yang koheren dan saling menyatu. Sehingga Relasi yang terbentuk adalah relasi yang saling topang dan saling menyempurnakan. Akibat dari posisi tersebut maka akan muncul relasi yang sering diistilahkan sebagai hablun mina Allah, hablun mina an-naas dan mu'amalah.
Dalam ihtiar untuk mewujudkan perintah Tuhan Yang Maha Kuasa maka ketiga relasi di atas harus selaiu dan selalu berangkat dari sebuah keyakinan IMAN, prinsip ISLAM, dan menuju IHSAN. Inilah yang nantinya akan menjadi acuan dasar bagi setiap warga pergerakan dalam melakukan segala ihtiar dalam segala posisi.
Pemaknaan dan Arti NDP
Secara esensial NDP PMII adalah suatu sublimasi nilai ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an dengan kerangkan pemahaman Ahfussunnah waf Jama'ah yang terjiwai oleh berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta menggerakkan apa yang dilakoni PMII sebagai sumber keyakinan dan pembenar mutlak. Islam mendasarl dan menginspirasi NDP yang meliputi cakupan Aqidah, Syari'ah dan Akhlaq dalam upaya memperolah kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam kerangka inilah PMII menjadikan Ahussunah wal Jama'ah sebagai Manhaj af-fikr (methodologi mencari) untuk mendekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman keagamaan yang benar.
Fungsi, Peran dan Kedudukan NDP
Secara garis besarnya Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII akan berfungsi dan berperan sebagai :
Landasan Pijak PMII
Landasan pijak dalam artian bahwa NDP diperankan sebagai landasan pijak bagi setiap gerak dan langkah serta kebijakan yang dilakukan oleh PMII.
Landasan Berfikir PMII
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan-persoalan yang akan dan sedang dihadapi oleh PMII.
Sumber Motifasi PMII
NDP juga seyogyanya harus menjadi pendorong bagi anggota PMII untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dan terkandung didalamnya.
Sedangkan kedudukan NDP dalam PMII bisa kita letakkan pada, Pertama; NDP haruslah menjadi rumusan nilai-nilai yang dimuat dan menjadi aspek ideal dal.am berbagai aturan dan kegiatan PMII. Kedua; NDP harus menjadi pemicu dan pegangan bagi dasar pembenar dalam berfikir, bersikap dan berprilaku.
Rumusan dan Isi NDP
Selain itu kita juga harus paham betul tentang isi ataupun rumusan atas Nilai Dasar Pergerakan kita yang dapat kita gambarkan seperti berikut :
I. Ketuhanan atau Tauhid.
Pengertian ketuhanan adalah bagaimana kita memaknai ketauhidan kita alas Tuhan. Men-Esa-kan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Hal ini sesungguhnya mengandung makna, Pertama; Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Allah SWT adalah dzat, yang fungsional, dalam artian menciptakan, memberi petunjuk, memerintah dan memelihara alam semesta. Allah SWT juga menanamkan pengetahuan, membimbing, menolong manusia. Kedua; pada saat keyakinan yang pertama kita wujudkan maka keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi seperti keyakinan terhadap alam semesta, serta kesadaran' keyakinan kepada yang ghaib merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan. Ketiga; dari kedua hal tersebut, maka tauhid merupakan titik puncak. Mendasari, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang mencangkup keyakinan dalam hati nilai dari ketahuhidan tersebut harus termanifestasikan dan tersosialisasikan ke sekelilingnya lewat pemahaman dan penginternalisasian ahlussunah wal jama'ah sebagai tahapan yang terakhir.
II. Hubungan Manusia dengan Tuhan-Nya (Allah SWT)
Pemaknaan hubungan manusia dengan Allah SWT haruslah dimaknai dengan kaffah dan konferehenshif, artinya bahwa Allah SWT adalah sang pencipta yang maha segalanya, termasuk telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya (ahsanut taqwin) dan telah menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia. Kedudukan tersebut ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi untuk dilakukan memfungsikan alam sebagai modal dasar sekaligus perangkat mewujudkan kemaslahatan. Kesemua aktifitas yang coba tidak pernah terlepas dari sebuah essensi melarutkan dan mengejawantahkan nilai-nilai ke-tauhid-an dengan berpijak wahyu dan seluruh ciptaan-Nya.
Teologi sebagai Dasar Filosofi Pergerakan
Internalisasi dari nilai-nilai teologis tersebut menumbuhkan filosofi gerak PMII yang disandarkan pada dua nilai yang sangaf fundamental yakni liberasi dan independensi. Liberasi merupakan kepercayaan dan komitmen kepada pentinya (dengan epistemologi gerak-paradigma) untuk mencapai kebebasan tiap-tiap individu. Praktek dan pemikian liberasi mempunyai dua tema pokok. Pertama; tidak menyetujui adanya otoritas penuh yang melingkupi otoritas masyarakat. Kedua; menentang segala bentuk ekspansi dan hegemoni negara (kekuasaan) terhadap keinginan keinginan bebas individu dan masyarakat dalam berkreasi, berekspresi, mengeluarkan pendapat, berserikat dan lain sebagainya.
Liberasi didasarkan oleh adanya kemampuan (syakilah) dan kekuatan (wus'a) yang ada dalam setiap individu. Dengan bahasa lain setiap individu mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk mengembangkan dirinya. tanpa harus terkungkung oleh pemikiran, kultur dan struktur yang ada disekitarnya, sehingga pada akhirnya akan melahirkan apa yang namnya keadilan (al-adalah), persamaan (al- musawah), dan demokrasi (as-syura).
Kebebasan dalam arti yang umum mempuntai dua makna, yakni kebebasan dari (fredom from) dan kebebasan untuk (fredom for). Kebebasan dari merupakan kebebasan dari belenggu alam dan manusia. Sedangkan kebebasan untuk bermakna bebas untuk berbuat sesuatu yang pada dasarnya sebagai fungsi untuk mencapai tingkat kesejahteraan seluruh manusiadi muka bumi. Dalam kaitan ini makasesungguhnya capaian yang harus memuat pada Usulul al-Khamsah (lima prinsip dasar) yang meliputi; Hifdz al-nasl wa al-irdh, hifdzul al-'aql, hifdzul ai-nasi, dan hifdz al-mal.

HISTORISITAS PMII
Kelahiran pergerakan mahasiswa islam Indonesia(PMII) tidak dapat diisahkan dengan kelahiran dan keberadaan IPNU-IPPNU secara yuridis formal,dalam wadah IPNU-IPPNU itu juga banyak terdapat mahasiswa yang menjadi anggotanya. Bahkan hampir seluruh anggota pusat telah berpredikat sebagai mahasiswa. Oleh kerena itu lama kelamaan ada keinginan diantara mereka untuk membentuk wadah yang khusus menghimpun para mahasiswa NU. Suara ini sangat nyaring terdengar terutama dalam mukhtamar II IPNU pada tanggal 1 – 5 januari 1957. Di pekalongan. Tetapi pucuk pimpinan IPNU sendiri belum menanggapi dengan serius suara – suara ini.dikarenakan kondisi yang dipaparkan diatas yakni banyaknya pengurus IPNU – IPPNUyang telah menjadi mahasiswa,sehingga dikhawatirkan kalau wadah khusus mahasiswa ini berdiri maka akan lenyaplah IPNU – IPPNU. Tetapi tampaknya aspirasi ini makin kuat, terbukti dalam mukhtamar III IPNU pada tanggal 27 – 31 desember 1958 di Cirebon pucuk pimpinan IPNU telah di dorong oleh peserta mukhtamar mengabulkan adanya suatu wadah khusus yang menghimpun para mahasiswa NU. Tetapi secara fungsional dan organisaris struktur masih dalam naungan NU. Yakni dengan nama wadah departemen perguruan tinggi IPNU. Tetapi upaya untuk menaggulangi permasalahan ini belum menemukan hasilnya, keberadaan departemen perguruan tinggi IPNU tidak berhasil menjawab permasalahan mahasiswa NU. Terbukti dalam konferensi besar I IPNU pada tanggal 14 - 16 maret 1960 di kaliurang Yogyakarta. Forum konferensi besar memutuskan menyetujui terbentuknya organisasi mahasiswa NU yang terpisah secara structural maupun fungsional dari IPNU – IPPNU.
Upaya untuk mendirikan suatu organisasi yang menghimpun para mahasiswa NU sebenarya sudah lama adanya kegiatan mahasiswa NU yang berdomisili di Jakarta untuk mendirikan IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) yakni pada bulan Desember 1955 namun dari keberadaan IMANU ini menghambat laju IPNU yang relalativ masih muda (karena berdirinya pada tanggal 24 february 1954). Keberhasilan para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi tersendiri itu dirasakan oleh mahasiswa NU yang berdomisili di kota Surakarta. Sekelompok mahasiswa NU yang di motori oleh H. Mustahal Ahmad (Mahasiswa Fak. Syariah Universitas Cokroaminoto Surakarta) berhasil mendirikan keluarga mahasiswa Nahdlotul Ulama (KMNU) pada tahun 1955 dan merupakan satu-satunya organisasi NU yang masih bertahan sampai lahirnya PMII pada tahun 1960 .
Kembali kepada usaha untuk mendirikan satu organisasi mahasiswa NU yang berskala Nasional masih terus berlanjut hal ini terbukti dari makin besarnya keinginan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswanya sendiri. Keinginan ini didengungkan dalam muktamar II IPNU pada tahun 1957. Namun usaha ini gagal. Disebabkan banyak pimpinan pusat IPNU beranggapan bahwa mahasiswa NU hendaknya berjuang untuk memegang pimpinan dalam himpunan mahasiswa Islam (HMI). Lebih jauh dapat kita analisa. Ternyata keinginan para pemimpin IPNU agar mahasiswa NU mampu merebut tampuk pimpinan dalam tubuh HMI ternyata menemui kegagalan terbukti dari sekian banyak calon mahasiswa NU hanya sahabat mahbub junaidi yang sempat duduk dalam kepengurusan PB.HMI, itupun hanya sebagai pembantu umum PB HMI dalam periode kepengurusan tahun 1957 – 1960.
Melihat kenyataan tersebut maka semakin menggebu-gebulah keinginan untuk medirika orgaisasi NU yang mandiri, maka setelah mengalami proses yang cukup panjang,akhirnya dalam muhtamar III IPNU seperti yang dituturkan wadah yang mandiri bagimhasiswa NU mulai muncul,setelah secara panjang lebar sahabat ismail makky dan sahabat hartono. B ( wakil pimpinan usaha harian umum pelita jakarta ) berbicara didepan konbes I IPNU di Yogyakarta yang diselenggarakan pada tanggal. 14- 17 maret 1960. Dan akhirnya atas dasar uraian- uraian danberbagai argumentasi tentang artipenting tentang terbetuknya wadah organisasi mahasiswa NU yang tepas baik secara organisasi maupun administrative, maka diputuska bahwa setelah konggres IPNU akan diadakan musyawaroh mahsiwa NU denga limit waktu satu bulan setelah konggres IPNU. Rencana ini akan dilangsungkan dikota Surabaya. Lahirnya PMIIdan sayap pergerakan

GENEOLOGI GERAKAN MAHASISWA INDONESIA
Akar Sejarah di Indonesia
Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.
Sejarah Gerakan mahasiswa yang tertua yang tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia adalah Perhimpoenan Indonesia di Belanda, yang didirikan pada 1922 oleh Mohammad Hatta, yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam. Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Akbar Tanjung, Cosmas Batubara Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi, dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. Masa Orde Baru Dalam perkembangannya di kemudian hari, Orde Baru juga banyak mendapatkan koreksi dari gerakan mahasiswa seperti dalam gerakan-gerakan berikut:
1. Gerakan anti korupsi yang diikuti oleh pembentukan Komite Anti Korupsi, yang diketuai oleh Wilopo (1970).
2. Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
3. Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
4. Gerakan mahasiswa Indonesia 1974. Gerakan memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia pada 1974. Gerakan ini kemudian berkembang menjadi peristiwa Malari pada 15 Januari 1974, yang mengakibatkan dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.


Gerakan Mahasiswa Indonesia 1978.
Gerakan yang mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional pada 1977-1978 yang mengakibatkan untuk pertama kalinya kampus-kampus perguruan tinggi Indonesia diserbu dan diduduki oleh militer. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.
Pasca diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.
Gerakan mahasiswa Indonesia 1998. Gerakan yang menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, yang akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Gerakan mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan yang ditandai dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 21 Mei 1998. Gerakan ini diawali dengan terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
Gedung wakil rakyat, yaitu Gedung DPR/MPR dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organ mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ,Forum Kota, HMI MPO, KAMMI karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR.
Perjuangan mahasiswa menuntut lengsernya sang Presiden tercapai, tapi perjuangan ini harus melalui tragedi Trisakti dan tragedi semanggi dengan gugurnya beberapa mahasiswa akibat bentrokan dengan aparat militer bersenjata.
NKK/BKK
Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) adalah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
NKK/BKK menjadi dua akronim yag menjadi momok bagi aktivis Gerakan Mahasiswa tahun 1980-an. Istilah tersebut mengacu pada kebijakan keras rezim Presiden Soeharto pada tahun 1978 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk membungkam aksi kritis mahasiswa terhadap jalannya pembangunan dan kebijaksanaan pemerintah saat itu.
Latar Belakang Perlawanan
Simbol institusi perlawanan mahasiswa saat itu adalah Dewan Mahasiswa, organisasi intra kampus yang berkembang di semua kampus. Karena Dewan Mahasiswa menjadi pelopor gerakan mahasiswa dalam menolak pencalonan Soeharto pasca pemilu 1977, kampus dianggap tidak normal saat itu dan dirasa perlu untuk dinormalkan.
Lahirlah kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) sekaligus pembubaran dan pelarangan organisasi intra universitas di tingkat perguruan tinggi yaitu Dewan Mahasiswa.
Dan sejak 1978 itulah, ketika NKK/BKK diterapkan di kampus, aktivitas kemahasiswaan kembali terkonsentrasi di kantung-kantung Himpunan Jurusan dan Fakultas. Mahasiswa dipecah-pecah dalam disiplin ilmu nya masing-masing. Ikatan mahasiswa antar kampus yang diperbolehkan juga yang berorientasi pada disiplin ilmunya, misalnya ada Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI), Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) dan sebagainya.

Penolakan Pembentukan BKK
Perjalanan upaya realisasi organisasi kemahasiswaan terpusat dalam kemahasiswaan di kampus-kampus Indonesia berjalan sangat beragam. Pemerintah memang mengganti keberadaan Dewan Mahasiswa (Universitas) dengan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK). Menurut peraturan menteri, Ketua BKK adalah dosen yaitu Pembantu Rektor III. Bayangkan absurd-nya dan aneh-nya peraturan itu. Sebuah Lembaga Kemahasiswaan, tetapi Ketua nya Dosen. Di ITB, kampus yang paling keras menolak kebijaksanaan tersebut, BKK nyaris tak pernah jelas eksistensinya. Para dosen juga tampaknya enggan bermusuhan dengan para yunior-nya, mahasiswa yang jelas menentang habis keberadaan BKK. Di UGM, de facto BKK memang ada namun juga tidak berjalan. Tidak ada Senat Mahasiswa di tingkat Fakultas yang peduli dengan lembaga tersebut. Yang ajaib di UII Yogyakarta. Di Kampus Perguruan Tinggi Islam tertua di Indonesia itu, Dewan Mahasiswa memang dibubarkan. Tetapi reinkarnasi menjadi BKK. Hanya saja Ketua BKK adalah mahasiswa juga, jadi masih dalam format Dewan Mahasiswa juga. Di Salatiga, Kampus Universitas Kristen Satya Wacana juga melakukan kreasi serupa. Keberadaan BKK diakui namun pengurusnya berasal dari mahasiswa sendiri. Sedangkan di ibukota negara, Universitas Indonesia memang memiliki BKK tetapi fungsi sehari-hari dijalankan oleh Forum para Ketua Senat Mahasiswa Fakultas, dan dinamakan Forkom UI.
Beberapa anggota DPR sempat mengusulkan pengajuan hak interpelasi oleh Syafi'i Sulaiman dan kawan-kawan tentang NKK/BKK, pada tahun 1979. Pengusul adalah anggota Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dari Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan para 24 pengusul lainnya terdiri dari anggota F-PP dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI). Inilah satu-satunya usul interpelasi dalam era Orde Baru sejak pemilu 1977. [1].
GENESIS GERAKAN MAHASISWA 1998
Sejarah Gerakan Tahun 1998
Sejarah perkembangan Gerakan Mahasiswa (GM) di Indonesia selalu menarik karena tidak dapat dilepaskan dengan sejarah perkembangan negara Indonesia. Bahkan, keberadaan GM selalu berpengaruh pada situasi politik nasional. Meskipun sudah berkali-kali "diberangus" oleh penguasa di setiap jamannya, GM selalu muncul dengan sikap kritis dan tuntutan untuk memperbaiki keadaan politik nasional.
Secara historis, peran GM dalam perubahan politik di Indoensia sangatlah besar. Misalnya, perubahan kekuasaan dari rejim Orde Lama ke rejim Orde Baru pada tahun 1965, peran GM sangat besar dalam melegitimasi kekuasaan Sukarno. Begitu pula pada tahun 1998, tanpa kehadiran ribuan GM di gedung MPR/DPR, sangatlah sukar untuk membuat Soeharto mundur dari jabatan presiden. Bahkan, jika dilihat jauh ke belakang, peran GM lah yang membidani lahirnya negara Indonesia. Sebagai misal adalah didirikannya Boedi Oetomo pada 1908, yang meskipun bersifat primordial etnik, organisasi GM pertama di Jawa ini telah berhasil memberikan semangat kepada mahasiswa dan pemuda lainnya untuk bercita-cita merdeka.
Diskusi mengenai GM mahasiswa di Indonesia penuh dengan dinamika, karena selalu mengalami perubahan karakter dan bentuk pada setiap jamannya. Soewarsono (1999: 1) menyebut bahwa sejarah awal Indonesia moderen tentang GM memiliki empat "tonggak", yaitu "angkatan 1908", "angkatan 1928", "angkatan 1945" dan "angkatan 1966". Selanjutnya, Soewarsono menyebut bahwa keempat angkatan tersebut adalah generasi-generasi dalam sebuah "keluarga", yaitu sebuah catatan-catatan prestasi "satu generasi baru" tertentu.
Masing-masing dari keempat angkatan di atas memiliki bentuk dan karakter serta relasi-relasi dengan kelompok yang lain yang khas dibanding angkatan-angkatan yang lain. Namun, tidaklah dapat dikatakan bahwa tiap-tiap angkatan tersebut selalu membawa perubahan dan kemajuan bagi jamannya. Tetapi, tiap-tiap angkatan tersebut dapat pula menjadi pengekor atau epigon yang menerima melalui pewarisan (Soewarsono, 1999: 1-2). Dengan demikian, diskusi mengenai GM di Indonesia, tidak selalu berbicara mengenai perubahan yang positif, tetapi juga dapat sebaliknya. Hal ini tergantung dengan konteks situasi dan relasi-relasi yang dibangun oleh GM itu sendiri.
Selain keempat angkatan tersebut, terdapat satu angkatan generasi lagi yang paling mutakhir dan sangat bepengaruh tidak hanya pergantian politik kekuasaan saja, tetapi juga pada proses demokratisasi di Indonesia, yaitu "angkatan 1988". Pada angkatan ini, GM telah berhasil menjatuhkan kekuasaan Presiden Soeharto yang sebelumnya telah berkuasa selama 32 tahun. Selain itu, GM juga mempengaruhi munculnya wacana demokratisasi dan civil society. Meskipun demokrasi dan civil society secara relatif belum sepenuhnya berhasil diterapkan dalam realitas politik di Indonesia, namun peran GM telah menyebabkan proses-proses tersebut dapat dimulai.
Tulisan ini akan mendiskusikan tentang GM angkatan 1998 dengan menggunakan pendekatan prosesual. Pendekatan ini akan melihat keragaman dan kesamaan antar kelompok GM, perubahan-perubahan karakternya dan strategi-strategi yang digunakan untuk melawan rejim penguasa serta kontinyuitasnya. Proses dan peristiwa-peristiwa dari suatu fenomena sosial merupakan suatu rangkaian yang saling berkesinambungan. Pemahaman tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan berlangsungnya relasi-relasi antara peristiwa satu dengan peristiwa lain merupakan bagian dari penjelasan yang harus dilakukan (Winarto, 1999). Untuk itu, suatu kajian tentang proses harus mampu menunjukkan hubungan yang berangkai dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain, dengan keterkaitan satu sama lain (Winarto, 1999).
Selain itu, pendekatan ini juga menekankan adanya perbedaan (difference). Konsep-konsep mengenai emosi, agen, gender dan tubuh individu, secara kultural telah dibentuk melalui perbedaan-perbedaan. Dalam artikelnya yang berjudul "Theories of Culture Revisited", Keesing (1994) menyatakan bahwa selayaknya teori kebudayaan yang dikembangkan tidak akan membuat asusmi-asumsi dengan batas-batas yang tertutup, tetapi biarkan dia memberikan konsep-konsep yang kompleks dan beragam.
Aspek lain yang perlu ditekankan dalam pendekatan ini adalah memotret adanya dinamika suatu kelompok masyarakat. Kebudayaan mempunyai karakter yang dinamis dan selalu mengalami perubahan. Untuk itu, antropolog hendaknya menekankan bagaimana mekanisme dan proses yang berlangsung dalam suatu kelompok masyarakat, hingga hal-hal tersebut dimiliki bersama atau tidak, vice-versa (Winarto, 1999: 26).
Gerakan Mahasiswa 1998
GM telah menjadi faktor yang sangat menentukan dalam perubahan kekuasaan dari rejim Orde Baru Soeharto ke rejim yang konon katanya "reformasi". Ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR di senayan pada bulan Mei 1998 telah membuat anggota dewan tidak dapat bekerja secara efektif. Sehingga tidak ada pilihan lain bagi anggota dewan untuk memenuhi tuntuan mahasiswa melengserkan Soeharto dari jabatan presiden. Peristiwa tersebut bukanlah peristiwa yang pertama kali dalam sejarah perubahan kekuasaan di Indonesia. Pada tahun 1965, GM juga telah berhasil memelopori perubahan kekuasaan dari rejim Sukarno ke rejim Orde Baru Soeharto. Sebelumnya, pada 1945, peranan mahasiswa dan pemuda sangatlah penting sehingga Sukarno bersedia membacakan teks proklamasi.
Keberadaan GM tidaklah taken for granted yang tiba-tiba muncul begitu saja. Perkembangan GM selalu berkaitan erat dengan situasi sosial dan politik, dimana ia merupakan respon dari ketidak-beresan situasi sosial dan politik yang menurut mereka tidak adil. GM akan selalu bergerak dan terus bergerak jika melihat kekuasaan yang menindas rakyat. GM ini sangat sulit untuk dibendung gerakannya, meskipun sudah dilarang oleh penguasa. Sebagai misal adalah GM 1998, yang sejak tahun 1978 telah "ditertibkan" oleh Orde Baru melalui serangkaian regulasi yang membuat GM sulit bergerak. Namun, ternyata GM selalu terus bergerak dengan strategi yang justru lebih kreatif. Berikut ini adalah sejarah kehadiran GM 1998 serta serangakan strategi yang digunakannya.
Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK)
Peristiwa penting yang patut dicatat dalam sejarah GM 1998 adalah kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K), Dr. Daoed Joesoef. Nomor: 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Kebijakan ini dianggap telah mematikan GM karena membebani mahasiswa dengan serangkaian kewajiban kuliah dan melarang kegiatan politik di kampus. Pada intinya kebijakan ini adalah menjustifikasi pembubaran dan dihilangkannya organisasi mahasiswa yang selama ini merupakan sarana demokratis mahasiswa berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan mahasiswa (Harahap dan Basril, 1999: 55). Sebelumnya, lembaga kemahasiswaan merupakan sarana untuk menentang kebijakan pemerintah maupun perguruan tinggi. Dengan dibubarkannya lembaga pemerintahan kampus, pemerintah Orde Baru berharap GM tidak lagi turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi politik.
Dikeluarkannya kebijakan NKK ini merupakan respon pemerintah atas serangkain peristiwa demonstrasi yang dilakukan oleh GM pada tahun 1973-1978. Terutama setelah peristiwa Malapetaka 17 Januari 1974 (Malari 1974), GM diawasi secara ketat.2 Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 028/1974 yang dianggap membatasi aktivitas GM. Antara tahun 1975-976, protes yang dilakukan oleh GM terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru sedikit mereda. Namun, setelah pemilu tahun 1977, gelombang aksi meningkat lagi. Di Jakarta, mahasiswa UI kembali melakukan aksi memprotes pelaksanaan pemilu yang dianggap tidak adil, karena pihak birokrasi dan militer dianggap memihak ke Golkar. Mereka mengganggap tidak sah dan menolak kemenangan Golkar pada pemilu 1977. Aksi serupa juga terjadi di beberapa daerah, misalnya di Bandung, mahasiswa ITB membentuk Gerakan Anti Kebodohan (GAK), di Yogyakarta, mahasiswa UGM mengusung "keranda matinya demokrasi", bahkan di Surabaya, sejumlah mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat keamanan.
Peristiwa penting yang patut dicatat adalah ketika ketua Dewan Mahasiswa (DM) UI, Lukman Hakim berhasil mengadakan pertemuan 67 DM dan Senat Mahasiswa (SM) se-Indonesia dengan menggunakan dana kegiatan mahasiswa yang berasal dari SPP. Peristiwa tersebut telah membuat khawatir penguasa. Sanit (1999: 58) menuliskan kekhawatiran pemerintah dengan mengutip pernyataan Soedomo sebagai berikut:

"…Staf Komando Soedomo menyatakan bahwa secara sistematis melalui DM, mahasiswa telah melawan hukum dan konstitusi; mahasiswa telah menggunakan diskusi untuk membangun opini untuk mengganti kepemimpinan nasional; tuduhan melalui Ikrar Mahasiswa tanggal 28 November di Bandung bahwa presiden telah menyeleweng dari UUD 1945 adalah melawan kekuasaan MPR; kedatangan DM se-Indonesia ke MPR untuk menyatakan ketidakpercayaan kepada lembaga itu pada tanggal 7 Januari 1978 merendahkan lembaga itu;.."
Segera setelah Soedomo mengeluarkan surat pernyataan tersebut, beberapa tindakan represif diambil oleh pemerintah Orde Baru. Sejumlah kampus diduduki oleh militer dan beberapa koran seperti Kompas, Sinar harapan, Merdeka, Pelita, Indonesian Times, Sinar Pagi dan Pos Sore dilarang terbit (Sanit, 1999: 58). Selanjutnya, untuk menunjukkan sikapnya terhadap GM tersebut, pemerintah melalui Menteri P dan K, Dr. Daoed Joesoef mengeluarkan keputusan Nomor: 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Kemudian, di bidang penyelenggaraan pendidikan tinggi, Menteri P dan K juga mengeluarkan SK No. 0124 yang memberlakukan Sistem Kredit Semerter (SKS) dengan mekanisme mengajar dan belajar terprogram secara intensif. Konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah mewajibkan mahasiswa menyelesaikan sejumlah beban studi untuk setiap semester yang secara keseluruhan terdiri dari 8 sampai 12 semester untuk jenjang S-1 (Sanit, 1999: 59-60).
Akibat dari kebijakan tersebut telah membuat aktivitas politik GM menjadi berkurang. Selain harus menyelesaikan beban studi ang berat, ketatnya pembinaan non akademik mahasiswa telah menyebabkan terbatasnya waktu mahasiswa untuk melakukan gerakan-gerakan kritik terhadap pemerintah. Selain itu, pemerintah juga melakukan "pembinaan ideologi" terhadap mahasiswa melalui penataran P-4 (Pendidikan, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Kelompok Diskusi dan Pers Mahasiwa
Serangkaian tindakan represif dan kebijakan yang dilakukan untuk meredam GM ternyata sangat efektif. Dapat dikatakan bahwa sejak tahun awal 1980-an, aktivitas GM mulai surut. Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Untuk menghindari tindakan represif dari rejim Orde Baru, mahasiswa merubah strateginya. Mereka tidak lagi berteriak turun ke jalan, tetapi dengan membentuk kelompok-kelompok studi (KS) sebagai cara merespon dan mengekspresikan kekecewaannya kepada penguasa. Pada tahun 1983, beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara membentuk Kelompok Studi Proklamasi (KSP) yang bermarkas di jalan Proklamasi. KS ini kemudia diikuti oleh mahasiswa dari UI, IAIN, Unas dan IKIP Jakarta. Diskusi yang biasanya diselenggarakan pada Minggu siang mendiskusikan topik ekonomi dan politik.
Setelah KSP, di Jakarta muncul Kelompok Studi Indonesia (KSI), Lingkaran Studi Indonesia (LS), Indonesian Students Forum for International Studies (ISAFIS), KS Pena dan lain-lain. Kemudian, di beberapa kota lainnya lain juga muncul fenomena yang sama: di Bandung muncul KS Thesa, KS Free School for Socio-Analysis; di Yogyakarta muncul KS Palagan, KS Teknosofi, KS Girli, KS F-16; di Surabaya muncul Kelompok Diskusi Surabaya dan Kelompok Analisa Sosial.
Selain membentuk KS, GM di beberapa kampus juga mengaktifkan penerbitan kampus atau pers mahasiswa (persma). Beberapa media yang lahir pada masa pertengahan 1980-an adalah: majalah Suara Mahasiswa di UI; majalah Balairung di UGM: majalah Arena di IAIN Yogyakarta dan majalah Himmah di UII; majalah Opini dan Manunggal di Undip; dan majalah Dialogue di Unair. Meskipun diterbitkan dengan cara yang sederhana dan oplah yang terbatas, kehadiran majalah kampus ini sempat menjadi media alternatif mengenai berita-berita sosial dan politik yang tidak dimuat di media umum nasional dan lokal.
Munculnya KS dan persma tidak lantas membuat mahasiswa berpuas diri. Sebagian dari mereka masih merasa kurang puas hanya dengan melakukan diskusi dan menulis. Mereka tetap mencari cara lain yang lebih efektif untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap ketidakadilan sosial dan politik. Salah satu alternatifnya adalah membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun demikian, aktivitas LSM ini benar-benar dilakukan di luar kampus, yaitu bermarkas di luar kampus dan bekerja tidak mengatasnamakan diri sebagai mahasiswa.
Badan Koordinasi Mahasiswa (BKM)
Masih tidak puas dengan bentuk-bentuk aktivitas yang sudah dilakukan di atas, GM kembali membentuk jaringan lebih yang lebih luas. Di Bandung muncul Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung (BKMB) dan Badan Koordinasi Mahasiswa Jakarta (BKMJ). Pembentukan komite-komite ini merupakan realisasi dari apa yang menjadi topik-topik diskusi sebelumnya. Mereka merasa bahwa berdiskusi saja tidak cukup, untuk itu mereka membentuk jaringan aksi untuk membentuk solidaritas antara mahasiswa. Jaringan aksi tersebut merespons isu-isu yang dianggap tidak adil bagi rakyat.
Salah satu jaringan yang melibatkan mahasiswa di beberapa di beberapa kota seperti Salatiga, Yogyakarta, Semarang, Bandung dan Jakarta adalah Kelompok Solidaritas Korban Pembanguan Kedung Ombo (KSKPKO). Kelompok ini melakukan advokasi terhadap warga korban penggusuran pembangunan waduk di Kedung Ombo, Boyoloali Jawa Tengah dengan mengadakan aksi di kantor Depdagri, Jakarta dan di depan kantor Kodim Boyolali pada 24 Maret 1989.
Isu lain yang cukup menonjol adalah kasus tanah Kacapiring, Jawa Barat. Di Bandung, aktivis Bandung dan Kelompok Mahasiswa Jakarta (KMJ) melakukan aksi dialog dengan walikota Bandung. Aksi ini berakhir dengan bentrok dan 33 mahasiswa ditahan. Kemudian pada 12 April 1989, sekitar 3000 mahasiswa dari Jakarta dan Bandung aksi di depan kantor Poltabes Bandung untuk menuntut pembebasan rekan mereka yang ditahan. Selanjutnya, pada 17 April 1989 mahasiswa melanjutkan aksi di kampus ITB dengan isu yang sama.
Pada akhir tahun 1980-an, GM ditandai dengan tumbuhnya komite-komite rakyat yang menjadi bentuk organ dan jaringannya. Antar kelompok GM di berbagai kota saling berkomunikasi dan saling mengunjungi untuk membangun solidaritas. Salah satu bentuk solidaritas adalah bentuk aksi dukungan suatu kelompok GM terhadap aktivitas yang dilakukan kelompok GM di kota lain. Mereka ini selalu sharing mengenai isu-isu sosial dan politik paling mutakhir. Pola-pola semacam ini terus dikembangkan di beberapa wilayah. Mereka semakin memperkuat jaringan dan solidaritas tidak hanya antar universitas di dalam kota, tetapi juga antar kota.
Setelah menjalani masa-masa "bersama", antar kelompok GM mulai terlihat tidak sejalan. Terutama pada tahun 1990-1993, terdapat kecenderungan bubarnya aliansi dan terbentuknya aliansi baru (Gayatri, 1999: 91). Antar kelompok GM tampaknya tidak selalu sejalan, baik dalam hal pemilihan isu maupun pemilihan kelompok mana yang dapat diajak aliansi. Perpecahan ini lebih disebabkan karena egoisme kelompok dan selebihnya ideologi serta pilihan aksi. Egoisme tampak ketika mereka masih mempersoalkan primordialisme universitas sebagai acuan aliansi GM.
Misalnya, di Bandung kelompok GM terpecah menjadi dua, yaitu antara kelompok GM dari ITB dengan kelompok dari Unpad. Perbedaan ideologi dan pilihan bentuk aktivitas tampak terjadi di Jakarta dan Yogyakrta. Gabungan antar KS, persma dan LSM yang telah menghasilkan Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY) terpecah menjadi dua kelompok. Perpecahan ini berbaringan dengan perpecahan GM di Jakarta yang juga terpecah menjadi dua.
FKMY terpecah menjadi Dewan Mahasiswa dan Pemuda Yogyakarta (DMPY) dan Serikat Mahasiswa Yogyakarta (SMY). DMPY yang berasosiasi dengan kubu Skephi di Jakarta, yang menonjol dengan gaya parlemen jalanan dan empirisisme yang didominasi watak gerakan LSM yang praktis dan kongkrit, sedangkan SMY berasosiasi dengan kubu Infight yang menonjol dengan watak teoritk ideologis yang kuat yang menjadi ciri khas KS (Gayatri, 1999: 91).
Pada pertengahan tahun 1990-an, kedua kelompok ini kemudian membentuk jaringan sendiri-sendiri, sehingga terdapat dua jaringan besar kelompok GM yang tersebar di berbagai kota. Perpecahan yang muncul pada awal tahun 1990-an tersebut ternyata telah meluluhkan jaringan solidaritas yang telah dibangun sebelumnya, dan kemudian membentuk jaringan solidaritas yang baru. Kelompok DMPY pada akhirnya nanti menjadi Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), sedangkan dan SMY pada akhirnya menjadi jaringan Persatuan Rakyat Demokratik (PRD).3 Komunikasi di antara kedua kelompok tersebut sangat buruk, bahkan dalam beberapa hal mereka cenderung menjadi rivalitas. Salah satu kasus yang cukup menonjol adalah ketika PRD dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah Orde Baru karena dituduh terlibat sebagai dalang peristiwa 27 Juli 1996. Sejak saat itu para aktivis PRD diburu dan ditangkap oleh aparat keamanan. Akan tetapi, yang kemudian ditangkap tidak hanya kelompok PRD, tetapi juga kelompok-kelompok GM yang lain termasuk FPPI. Akibat peristiwa tersebut, hingga sekarang antara kedua kelompok tersebut masih saling menyalahkan.
Rivalitas antara kedua kelompok tersebut masih terus berlangsung hingga pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi yang menghantam di Indonesia dan beberapa negara Asia telah menjadi momen yang penting bagi munculnya GM turun ke jalanan. Kedua kelompok ini, dan juga muncul kelompok GM yang baru seperti Forkot, dan kelompok mahasiswa ekstra kampus semakin aktif turun ke jalan menuntut perbaikan ekonomi dan pergantian kekuasaan. Mereka ini secara maraton dari pertengahan 1997 hingga Mei 1998 terus menerus melakukan aksi demonstrasi di berbagai kota.
Gerakan Moral dan Gerakan Politik
Muridan S. Widjojo (1999 a: 234-289) telah merumuskan dengan baik mengenai GM 1998 dalam dua kelompok, yaitu "gerakan moral" dan "gerakan politik". Pembagian menjadi dua kelompok ini didasarkan pada wacana yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok dalam GM itu sendiri. Gerakan moral mengacu pada wacana yang dikembangkan oleh GM yang mengkritisi kebijakan rejim Orde Baru. Muridan menyebut kelompok ini sebagai Gerakan Kritik Orde baru (GKOB). Sedangkan gerakan politik mengacu pada wacana untuk merobohkan rejim Orde Baru, dan menyebut kelompok ini sebagai Gerakan Anti Orde Baru (GAOB). "Gerakan moral" mendasarkan diri pada pandangan bahwa perubahan politik dapat dilakukan dengan cara "menghimbau" atau "mengingatkan" kepada elit politik. Berbeda dengan "gerakan politik", gerakan moral ini tidak secara tegas ingin mengganti kekuasaan politik Orde Baru Soeharto saat itu.
Paham ini menekankan "suara" atau "gagasan" sebagai inti gerakan. Ini berati bahwa kapasitas operasi yang diharapkan dari gerakan moral mahasiswa adalah sebatas "menghimbau" dan atau "mengingatkan". Dari sini juga dapat dilihat bahwa penganut paham ini percaya bahwa suatu rejim politik bisa diubah dengan cara "dihimbau" atau "diingatkan" (Widjojo, 1999a: 240).
Sedangkan gerakan politik secara tegas ingin mengganti kekuasaan rejim Orde Baru Soeharto. Kelompok ini menolak semua kerangka asumsi yang dibangun Orde Baru. Sebelum tahun 1997, pemerintah rejim Orde Baru telah melarang mahasiswa terjun ke gerakan politik karena hal tersebut bukan karakter mahasiswa. Menurut pemerintah Orde Baru, mahasiswa harus belajar dan menunjukkan prestasi di kampusnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa gerakan politik adalah hal yang tabu bagi mahasiswa saat itu. Akan tetapi tidak bagi kelompok GAOB. Mereka justru ingin menggunakan gerakan politik sebagai senjata untuk melawan pemerintah Orde Baru. Kelompok ini menyatakan bahwa mahasiswa tidak perlu menggunakan pemahaman yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru, karena hal tersebut dapat membatasi peran GM itu sendiri.
Dengan menganggap GM sebagai gerakan politik, maka ruang pergerakannya menjadi luas, sehingga dengan demikian dapat berjuang bersama-sama rakyat. Konsekuensi bagi suatu gerakan politik, yaitu menyatunya antara berbagai kekuatan, termasuk dengan rakyat. Kelompok ini secara tegas menginginkan adanya hubungan dengan massa pengilkut di luar kampus. Mengutip sebuah wawancara dengan seorang aktivis dari Unila, Lampung, Widjojo menulis: Pertama kami tegaskan, gerakan kami adalah gerakan politik dan bukan gerakan moral. Langkah yang kami tempuh berupa aksi atau pergerakan massa (Widjojo, 1999a: 243).
Gagasan untuk menggabungkan kekuatan GM dengan massa di luar kampus ini telah menjadi perdebatan yang sengit diantara kelompok GM sendiri. Kelompok yang dikategorikan sebagai GKOB yang menolak unsur non mahasiswa atau rakyat biasa sebagai kekuatannya. Karena GKOB ingin bahwa GM harus steril dari infiltrasi kelompok-kelompok di luar mahasiswa. Sehingga dalam setiap aksinya, GKOB hanya melibatkan mahasiswa sebagai massanya. Hal ini berbeda dengan GAOB yang justru mengundang kelompok non mahasiswa, yang mereka sebut dengan rakyat untuk mendukung gerakannya.
Akibat dari bersatunya kekuatan mahasiswa dan non mahasiswa ini, GM di beberapa kampus mengalami perbedaan yang sangat tajam, terutama pada pandangan mengenai kekuasaan dan strategi aksi. Tidak jarang antara GKOB dengan GAOB tidak dapat melakukan aksi bersama karena alasan di atas. Bahkan secara ekstrem ada kelompok yang menolak bergabung dengan kelompok GM dari universitas lain. Misalnya, Misalnya pada 4 Maret 1998, GKOB dari Universitas Indonesia menolak ajakan mahasiswa IPB untuk melakukan aksi bersama di jalan (Widjojo, 1999b).
Berikut ini daftar kelompok GM yang dikategorikan sebagai GKOB dan GAOB yang dibuat oleh Widjojo (1999a: 290-376):
GKOB Kelompok aksi yang dapat dikategorikan ke dalam GKOB adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Kelompok ini merupakan produk Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) X di Universitas Muhammadiyah Malang pada 29 Maret 1998. Pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 200 aktivis masjid kampus tersebut telah menghasilkan "Deklarasi Malang". Meskipun aktivitas gerakannya telah dimulai sebelumnya, namun peresmian sebagai organisasi massa formal, baru diputuskan pada 1-4 Oktober 1998. Menurut aktivis Fahri Hamzah, kelahiran KAMMI ini diilhami keberadaan GM tahun 1966, yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Sebagian besar aktivis KAMMI ini berlatar belakang aktivis LDK yang berasal dari organisasi massa besar seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kelompok ini membentuk basis-basis gerakan di beberapa universitas besar seperti UI, UGM, ITB, IPB, Unair, Undip dan lain-lain. Dalam setiap aksinya, baik yang ada di kota Jakarta, Yogyakarta, Malang dan Surabaya, KAMMI mampu menghadirkan massa yang cukup banyak.
Orientasi KAMMI adalah reformasi politik dan ekonomi yang dilandasi moral dan ahlak. Namun, kelompok ini tidak secara tegas menyatakan ingin mengganti rejim kekuasaan. "Tujuan gerakan KAMMI adalah memastikan adanya perubahan yang bermanfaat bagi umat Islam dan dalam jangka panjang berupaya membentuk forum yang mapan" (Widjojo, 1999a: 366). KAMMI mengganggap bahwa dialog merupakan saran yang efektif untuk menghindari anggapan bahwa KAMMI adalah kelompok yang fundamentalis.




FILSAFAT PENDIDIKAN KRITIS
Paolo Freire bagi banyak praktisi pendidikan adalah tokoh pendidikan yang penuh misteri. Banyak mitos yang menyelimuti pe­mikiran pendidikannya, sehingga banyak orang lebih menghafalkan jargon-jargon dan istilah yang dipergunakannya dalam bukunya yang terkenal, yakni Pendidikan Kaum­ Tertindas (Pedagogy of The Op­ressed) ketimbang memahami se­cara praktis kedalam proses belajar-mengajar yang membebaskan. Banyak tema pi­kiran pendidikan Freire yang tertuang dalam buku tersebut tidak mampu secara metodologis diterjemahkan ke dalam proses dan teknis belajar-mengajar oleh penganggumnya yakni ka­langan praktisi pendidikan. Itulah makanya se­bagian besar pendidik ataupun guru yang me­rasa jadi pengikutnya, hanya pandai menghafal­kan mantra-mantra Freire yang terkenal, misal­nya "Pendidikan adalah Proses Pembebasan dan Pendidikan adalah Proses Membangkitkan Kesadaran Kritis". Bahkan ironisnya banyak praktisi dengan menggunakan semboyan pendidikan pembebasan dan humanisasi, tanpa menyadari terjerumus dalam tindak praktik pendidikan penindasan dan dehumanisasi, yang justru men­jadi agenda utama kritik Freire. Apa sesungguh­nya yang dia maksud dengan 'pembebasan' dan 'kesadaran kritis,' lebih banyak dibicarakan dalam seminar dan diskusi mahasiswa maupun aktivis ornop, ketimbang dipraktikkan di lapang­an. Namun demikian, ternyata terdapat banyak tafsiran mengenai apa yang dimaksud Freire de­ngan 'pendidikan pembebasan' maupun 'pembangkitan kesadaran kritis' yang menjadi tema pokok pendidikan Freire tersebut
Paulo Freire adalah seorang pendidik ra­dikal berkebangsaan Brasil, yang lahir pada tanggal 19 September 1921, di kota Recife, Brasil, dan meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 1997, di Sao Paulo, Brasil. Sejak bukunya terbit dalam bahasa Inggris pada tahun 1972 namanya men­jadi terkenal sebagai tokoh pendidikan yang me­nemukan suatu model pendidikan untuk mem­berdayakan 'kaum tertindas' dan sistem penindasan di muka bumi ini. Ia mulai sebagai pendidikan radikal justru melalui kegiatan pemberantas­an buta huruf (literacy programs), suatu pendi­dikan yang umumnya dianggap sebagai pendidikan apolitis dan tidak radikal sama sekali. Freire berhasil mensubversikan kesadaran politik dalam proses pendidikan mengenal huruf dan belajar membaca tersebut. Dalam karyanya Pedagogia do Oprimido (1970; serta buku yang membuatnya termasyhur, Pedagogy of the Op­pressed, yang terbit tahun 1972) Freire mem­bongkar watak pasif dari praktik pendidikan tradisional yang melanda dunia pendidikan, Dia menganggap bahwa pendidikan pasif sebagai­mana dipraktikkan pada umumnya pada dasar­nya melanggengkan “sistem relasi penindasan”. Freire mengejek sistem dan praktik pendidikan yang menindas tersebut, yang disebutnya seba­gai pendidikan 'gaya bank' dimana guru bertin­dak sebagai penabung yang menabung informasi sementara murid dijejali informasi untuk disimpan. Freire menyusun daftar antagonisme pendidikan 'gaya bank' itu sebagai berikut:
§ Guru mengajar mund belajar.
§ Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa.
§ Guru berpikir, murid dipikirkan.
§ Guru bicara, murid mendengarkan.
§ Guru mengatur, murid diatur.
§ Guru memilih dan memaksakan pilihan­nya, murid menuruti.
§ Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tin­dakan gurunya.
§ Guru memilih apa yang akan diajarkan,
murid menyesuaikan diri.
§ Guru mengacaukan wewenang ilmu pe­ngetahuan dengan wewenang profesional­ismenya, dan mempertentangkannya de­ngan kebebasan murid.
§ Guru dalah subjek proses belajar, murid objeknya.
Sebagai antitesa, Freire mengajukan kon­sep tandingan terhadap pendidikan 'gaya bank' tersebut dengan suatu ‘pedagogy of libeartion’ yakni proses pendidikan hadap masalah (problem posing of education) yang justru mendo­rong dialog antara guru dan murid, serta suatu proses pendidikan yang mampu mendorong pe­serta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menantang 'status quo'.
Freirean, atau aliran pendidikan Paulo Freire pada dasarnya adalah suatu pendekatan dan pemikiran yang berangkat dari asumsi bahwa pendidikan adalah proses pembebasan dari sistem yang menindas. Penganut pendidikan Freirean berangkat dari suatu kepercayaan bahwa pendidikan tidak pernah terbebas dari kepentingan politik ataupun terbebas demi melanggengkan sistem sosial ekonomi maupun kekuasaan yang ada. Sebaliknya pandangan ini ju­ga berasumsi bahwa pendidikan bagi kekuasaan, selalu digunakan untuk melanggengkan ataupun melegitimasi dominasi mereka. Oleh karena itu hakikat pendidikan umumnya bagi mereka tidak lebih dari sebagai sarana untuk mereproduksi sisteotip dan struktur sosial yang tidak adil seperti sistem relasi kelas, relasi gender, relasi rasisme ataupun sistem relasi lainnya. Pandang­an ini dikenal dengan ‘teori reproduksi’ terhadap sistem yang tidak adil melalui pendidikan.
PARADIGMA PENDIDIKAN KONSERVATIF
Bagi kaum konservatif, ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir Tuhan. Perubahan sosial bagi mereka bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara saja. Dalam bentuknya yang kalsik atau awal paradigma konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial, hanya Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya dia yang tahu makna di balik itu semua. Dengan pandangan seperti itu, kaum konservatif lama tidak menganggap rakyat memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.
Namun dalam perjalanan selanjutnya, paradigma koservatif cenderung lebih menyalahkan subjeknya. Bagi kaum konservatif, mereka yang menderita, yakni orang orang miskin, buta huruf, kaum tertindas dan mereka yang dipenjara, menjadi demikian karena salah mereka sendiri. Karena toh banyak orang lain yang ternyata bisa bekerja keras dan berhasil meraih sesuatu. Banyak orang ke sekolah dan belajar untuk berperilaku baik dan oleh karenanya tidak dipenjara. Kaum miskin haruslah sabar dan belajar untuk menunggu sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya kelak semua orang akan mencapai kebebasan dan kebahagiaan. Kaum konservatif sangat melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat dalam mencairkan konflik dan kontradiksi.
PARADIGMA PENDIDIKAN LIBERAL
Golongan kedua yakni kaum Liberal, berangkat dari keyakinan bahwa memang ada masalah dimasyarakat tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Denganl keyakinan seperti itu. tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Sungguh pun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pendidikan dengan usaha reformasi "kosmetik". Umumnya yang dilakukan adalah seperti: perlunya membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan peralatan sekolah dengan pengadaan komputer yang lebih canggih dan laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio murid-guru. Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang Iebih efisien dan partisipatif,' seperti dinamika kelompok (group dynamics), "learning by doing", "experimental learning", ataupun bahkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan sebagainya. Usaha peningkatan tersebut terisolasi dengan sistem dan struktur ketidakadilan kelas dan gender, dominasi budaya dan represipolitik yang ada dalam masyarakat. Kaum Liberal dan Konservatif sama-sama berpendirian bahwa pendidikan ialah a-politik, dan “excellence” haruslah merupakan target utama pendidikan. Kaum Liberal beranggapan bahwa masalah mayarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas dan dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender di masyarakat luas. Bahkan pendidikan bagi salah satu aliran liberal yakni "structural functionalism" justru dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat. Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai­-nilai tata susila keyakinan dan nilai-nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik.
Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan baik pendidikan formal seperti sekolah, maupun pendidikan non­-formal seperti berbagai macam pelatihan. Akar dari pendidikan ini adalah Liberalisme, yakni suatu pandangan yang tnenekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan (freedom), serta mengidentifikasi problem dan upaya modernisasi dan pembangunan demi menjaga stabilitas jangka panjang. Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar pada cita-cita Barat tentang individualisme. Sejarah ide politik liberalisme berkait erat dengan bangkitnya kelas menengah yang diuntungkan oleh kapitalisme. Pengaruh liberalisme dalam pendidikan dapat dianalisa dengan melihat komponen-­komponennya. Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat barat tentang model manusia universal yakni model manusla Amerika dan Eropa. Model tipe ideal mereka adalah manusia "rationalis liberal", seperti pertama, bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektualitas; kedua, baik tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal; ketiga, adalah "individualis" yakni adanya anggapan bahwa manusia adalah atomistik dan otonom (Bay, 1988). Menempatkan individu secara atomistik, membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap tidak stabil karena kepentingan-kepentingan anggotanya yang tidak stabil.
Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Pembuatan ranking untuk menentukan murid terbaik, adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan liberal juga dapat dilihat dalam berbagai pendekatan “andragogy" seperti dalam pelatihan manajemen kewiraswastaan dan manajemen lainnya. Achievement Motivation Training (AMT) yang diciptakan oleh David McClelland adalah contoh terbaik pendekatan liberal. Mclelland berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga karena mereka tidak memiliki apa yang dinamakannya "N Ach". Oleh karena syarat pembangunan bagi rakyat Dunia Ketiga adalah perlu virus “N Ach” yang membuat individu agresif dan rasional (McClelland, 1961). Berbagai pelatiha pegembangan masyarakat (Community Development) seperti usaha bersama, intensifikasi perlanian dan lain sebagainya, umunmya berpijak pada paradigma pendidikan liberal ini.
Positivisme juga berpengaruh dalam pendidikan liberal. Positivisme sebagai suatu paradigma ilmu sosial yang dominan dewasa ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan Liberal. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam memahami realitas. Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme dan generalisasi, melalui metode determinasi, “fixed law” atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tunggal dianggap “appropriate” semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan nletode ilmiah yakni objektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverifikasi dengan metode "scien­tific". Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan va­lues dalam rangka menuju pada pemahaman objektif atas realitas sosial. Habermas, seorang penganut Teori Kritik melakukan kritik terhadap positivisme dengan menjelaskan berbagai kategori pengetahuan sebagai berikut. Pertama, adalah apa yang disebutnya sebagai "instrumental knowledge" atau positivisme dimana tujuan pengetahuan adalah untuk mengontrol, memprediksi, mema­nipulasi dan eksploitasi terhadap objeknya. Kedua adalah "hermeneutic know­ledge" atau "interpretative knowledge", dimana tugas ilmu pengetahuan hanyalah untuk memahami. Ketiga adalah "critical knowledge" atau “emancipatory knuw­ledge” yakni suatu pendekatan yang dengan kedua pendekatan sebelumnya. Pendekatan ini menempatkan ilmu pengetahuan sebagai katalis untuk membebaskan potensi manusia. Paradigma pendidikan liberal pada dasarnya sangatlah positivistik.
PARADIGMA PENDIDIKAN KRITIS.
Pendidikan bagi mereka merupakan arena perjuangan politik. Jika bagi konservatif pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi kaum liberal untuk perubahan moderat, maka paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana pendidikan berada, Bagi mereka kelas dan diskriminasi gender dalam masyarakat tercermin pula dalam dunia pendidikan. Paham ini bertentangan dengan pandangan kaum liberal di mana pendidikan dianggap terlepas dari persoalan kelas dan gender yang ada dalam masyarakat.
Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap "the dominant ideology" kearah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, bersikap objektif maupun berjarak dengan masyarakat (detachment) seperti anjuran positivisme. Visi pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuk mencipta sistem sosial baru dan 1ebih adil. Dalam perspektif kritis, pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah "memanusiakan" kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil.
ANALISA SOSIAL
APA YANG DIMAKSUD DENGAN ANALISA SOSIAL ?
Suatu (proses) analisis sosial adalah usaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang situasi sosial, hubungan-hubungan struktural, kultural dan historis, sehing­ga memungkinkan mcnangkap dan memahami realitas yang sedang dihadapi. Suatu anali­sis pada dasarnya "mirip" dengan sebuah "penelitian akademis" yang berusaha menying­kap suatu hal atau aspek tertentu. Dalam proses ini yang dilakukan bukan sekedar me­ngumpulkan data, berita atau angka, melainkan berusaha membongkar apa yang terjadi se­sungguhnya, bahkan menjawab mengapa demikian, dan menemukan pula faktor-faktor apa yang memberikan pengaruh kepada kejadian tersebut. Lebih dari itu, analisis sosial, seyog­yanya mampu memberikan prediksi ke depan: kemungkinan apa yang tetjadi.
Apakah hasil kesimpulan dari analisis sosial bersifat final? tentu saja tidak. Karena hasil dari analisis tersebut dapat dikatakan hanya merupakan kebenaran tentatif, yang bisa berubah sesuatu dengan fakta atau data dan temuan-temuan yang baru. Dengan demikian, analisis ini bersifat dinamis, terus bergerak, memperbarui diri, dikaji ulang dan terus harus diperkuat dengan fakta-fakta pendukung. Hasil analisa bukan suatu dogma, atau sejenis kebenaran tunggal.
SIAPA PELAKU ANALISIS SOSIAL?
Bicara tentang analisis sosial, pada umumnya selalu dikaitkan dengan dunia akade­mik, kaum cendikiawan, ilmuwan atau kalangan terpelajar lainnya. Ada kesan yang sangat kuat bahwa anaIisis sosial hanya milik "mereka". Masyarakat awam tidak punya hak untuk melakukannya. Bahkan kalau melakukan, maka disediakan mekanisme sedemikian rupa, sehingga hasil analisis awam itu dimentahkan. Entah dinyatakan tidak ilmiah, ngawurr, sa­lah, atau apapun namanya?
Pemahaman yang demikian, bukan saja keliru, melainkan mengandung maksud-mak­sud tertentu yang tidak sehat dan penuh dengan kepentingan. Pengembangan analisis sosial di sini, justru ingin membuka sekat atau dinding pemisah itu, dan memberikatmya kesem­patan kepada siapapun untuk melakukannya. Malahan mereka yang paling dekat dengan suatu kejadian, tentu akan merupakan pihak yang paling kaya dengan data dan informasi. Justru analisis yang dilakukan oleh mereka yang dekat dan terlibat tersebut akan lebih ber­peluang mendekati kebenaran. Dengan demikian, tanpa memberikan kemampuan yang cu­kup kepada masyarakat luas untuk melakukan analisis terhadap apa yang terjadi di lingku­ngan mereka, atau apa yang mereka alami, maka mereka menjadi sangat mudah "dimanipu­lasi", "dibuat bergantung" dan pada gilirannya tidak bisa mengambil sikap yang tepat.
MENGAPA GERAKAN SOSIAL MEMBUTUHKAN ANALISA SOSIAL ?

Ka1au kita pahami secara 1ebih mendalam, aktivitas sosial ada1ah sebuah proses pe­nyadaran masyarakat dari suatu kondisi tertentu kepada kondisi yang lain yang 1ebih baik (baca: kesadaran kritis) Ka1au kita menggunakan isti1ah yang lebih populer, aktivitas semacam itu bisa juga disebut sebagai aktivitas pemberdayaan (Empowerment) untuk suatu entitas atau komunitas masyarakat tertentu. Dari statemen tersebut, maka akan termuat sua­tu makna bahwa sebenarnya kesadaran kritis atas realitas sosial ini pada dasarnya ada pada setiap diri ma­nusia. Hanya saja tingkat kesadaran kritis pada masing-masing orang itu kadarnya berbeda-beda. Dan aktivitas sosial adalah a1at untuk menyadarkan atau memotivasi bagi munculnya kesadaran tersebut. Meskipun, sebagaimana kita ketahui, bahwa membangun kesadaran kritis atas realitas sosial itu tidaklah semudah membalik tangan, karena kesadaran itu dilingkupi oleh persoa1an-persoalan (sosia1 dan sebagainya), yang senantiasa membelenggunya. Ka1au kita gambarkan, maka persoalan yang melingkupi kesadaran kritis akan realitas sosial itu adalah sebegai berikut:

Ekonomi

Politik A Sosial

Budaya






Aktivis Sosial Aktivis Non Sosial


A= Kesadaran Kritis



Out-Putà Insan Kamil yang kritis akan realitas sosial

Oleh karena itu, untuk masuk pada titik sentra1 kesadaran kritis atas realitas sosial sebagaimana dimaksud dalam gerakan sosial di atas, maka tidak mungkin untuk tidak membongkar, mengurai dan menganalisa persoalan-persoalan yang ada disekitarnya. Pada konteks inilah kompetensi analisis sosial da1am gerakan sosial.

MENGAPA MESTI ANALISIS SOSIAL?
Apa sebetulnya yang dijanjikan oleh proses analisis sosial, sehingga membuat proses ini mempunyai nilai penting? Pertama, untuk mengidentifikasikan dan memahami persoa­lan-persoalan yang berkembang (ada) secara lebih mendalam dan seksama (teliti); berguna untuk membedakan mana akar masalah (persoalan mendasar) dan mana yang bukan, atau mana yang merupakan masalah turunan. Kedua, akan dapat dipakai untuk mengetahui potensi yang ada (kekuatan dan kelemahan) yang hidup dalam masyarakat. Ketiga, dapat me­ngetahui dengan lebih baik (akurat) mana kelompok masyarakat yang paling dirugikan (termasuk menjawab mengapa demikian). Dan keempat, dari hasil-hasil tersebut, dapat dira­malkan apa yang mungkin akan terjadi, sehingga dengan demikian dapat pula diperkirakan apa yang harus dilakukan.

TEMPAT ANALISIS SOSIAL?
Kalangan akademis pada umumnya menghasi1kan karya-karya yang "bagus" dan "bermutu" melalui kegiatan kei1muannya? Untuk apa kesemuanya itu? naskah-naskah itu biasanya tergeletak begitu saja dirak-rak kampus, menjadi bahan referensi atau menjadi teman mahasiswa (kutu buku). Memang ada pula yang digunakan untuk keperluan kemasyara­katan, terutama negara dalam mengambil kebijakan. Hubungan antar kampus dengan nega­ra, ketimbang dengan masyarakat meski ha1 ini tidak selalu demikian.
Berbeda dengan analisis sosia1 yang akan dikembangkan di sini. Ana1isis sosial bukan pekerjaan "kegenitan intelektual" dan bukan pula sejenis keisengan tanpa dasar. Kegiatan ini dengan je1as didedikasikan dan diorientasikan untuk suatu keperluan perubahan . Ada watak mengubah yang dihidupkan da1am proses analisis sosial ini. Justru karena itu pula, maka menjadi jelas bahwa analisis sosial merupakan salah satu. titik simpul dari proses pan­jang mendorong perubahan. Ana1isis sosial akan menghasilkan semacam. "peta" yang mem­berikan arahan dan dasar bagi usaha-usaha perubahan.

PRINSIP-PRINSIP ANALISIS SOSIAL
1. Ana1isis sosial bukan suatu bentuk pemecahan masalah, me1ainkan hanya diagnosis (pencarian akar masalah), yang sangat mungkin digunakan da1am menyelesaikan suatu masalah, karena analisis sosial memberikan pengetahuan yang lengkap, sehingga diha­rapkan keputusan atau tindakan yang diambi1 dapat merupakan pemecahan yang tepat. (lihat gambar)
2. Analisis sosial tidak bersifat netral, se1alu berasal dari keberpihakan terhadap suatu ke­yakinan. Soal ini berkait dengan perspektif, asumsi-asumsi dasar dan sikap yang diam­bil dalam proses me1akukan analisis.
3. Karena pernyataan di atas, maka analisis sosial dapat digunakan oleh siapapun.
4. Analisis sosial lebih memiliki kecenderungan mengubah; tendensi untuk menggunakan gambaran yang diperoleh dari analisis sosial bagi keperluan tindakan-tindakan mengubah, maka menjadi sangat jelas bahwa analisis sosial berposisi sebagai salah satu simpul dan siklus kerja transformasi.
5. Analisis sosial selalu menggunakan ‘tindakan manusia’ sebagai sentral/pusat dalam melihat suatu fenomena nyata.


TAHAP-TAHAP ANALISA SOSIAL
1. Tahap menetapkan posisi, orientasi: pada intinya dalam tahap ini, pelaku analisis perIu mempertegas dan menyingkap motif serta argumen (idiologis) dari tindakan analisis sosial. Adalah penting untuk disadari bahwa orientasi dasar akan sangat berpengaruh kepada tahap selanjutnya dalam proses analisis.
Tahap pengumpulan dan penyusunan data: tujuan dan maksud dari tahap ini, aga analisis memiliki dasar rasionalitas yang dapat diterima akal sehat (tidak dianggap gosip, rumor, isu); ujung dari pengumpulan data ini adalah suatu upaya untuk merangkai data, dan menyusunnya menjadi diskripsi tentang suatu persoalan.
Tahap analisis: pada tahap ini, data yang telah terkumpul diupayakan untuk dicari atau ditemukan hubungan diantaranya. Apa yang penting ditelaah dalam melakukan analisis. Antara lain: kaitan historitas (kesejarahan, sejarah peristiwa), kaitan struktur, nilai-nilai, reaksi yang berkembang dan arah masa depan. Oleh karena itu dalam analisis sosial di kenal beberapa model telaah, diantaranya;

Telaah Historis, dimaksudkan untuk melihat ke belakang. Asumsi dasar dari telaah ini bahwa suatu peristiwa tidak dengan begitu saja hadir, melainkan melalui sebuah proses sejarah. Dengan ini, maka kejadian, atau peristiwa dapat diletakkan dalam kerangka masa lalu, masa kini dan masa depan.
Telaah Struktur. Biasanya orang enggan dan cemas melakukan telaah ini, terutama oleh stigma tertentu. Analisis ini sangat tajam dalam melihat apa yang ada, dan mempersoalkan apa yang mungkin tidak berarti digugat. Struktur yang akan dilihat adalah: ekonomi (distribusi sumberdaya); politik (bagaimana kekuasaan dijalankan); sosial (bagaimana masyarakat mengatur hubungan di luar politik dan ekonomi); dan budaya (bagaimana masyarakat mengatur nilai).
Telaah Nilai. Penting pula untuk diketahui tentang apa nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat. Mengapa demikian. Dan siapa yang berkepetingan dengan pengembangan nilai-nilai tersebut.
Telaah Reaksi. Melihat reaksi yang berkembang berarti mempersoalkan mengenai siapa yang lebih merupakan atau pihak mana yang sudah bereaksi, mengapa reaksi muncul dan bagaimana bentuknya. Telaah ini penting untuk menuntun kepada pemahaman mengenai "peta" kekuatan yang bekerja.
Telaah masa depan. Tahap ini lebih merupakan usaha untuk memperkirakan atau meramalkan, apa yang terjadi selanjutnya. Kemampuan untuk memberikan prediksi (ramalan) akan dapat menjadi indikasi mengenai kualitas tahap-tahap sebelumnya.

Tahap penarikan kesimpulan: pada tahap ini, setelah berbagai aspek tersebut ditemu­kan, maka pada akhirnya suatu kesimpulan akan diambil; kesimpulan merupakan gambaran utuh dari suatu situasi, yang didasarkan kepada hasil analisa; dengan demikian kualitas kesimpulan sangat bergantung dari proses tahap-tahap penganalisaan, juga tergantung pada kompleksitas issues, kekayaan data dan akurasi data yang tersedia, ketepatan pertanyaan atau rumusan terhadap masalah, dan kriteria yang mempengaruhi penilaian-penilaian alas unsur-unsur akar masalah.

Dari keseluruhan yang sudah ditemukan diatas, kemudian ditarik sebuah kesimpu­Ian akhir. Dasar Penarikan Kesimpu1an adalah hasil dari tahap di depan. Yang tidak kalah penting adalah menemukan apa yang menjadi akar masalah. Untuk menemukan akar masa­1ah dapat dituntun dengan pertanyaan: mengapa? Untuk sampai kepada akar masalah, maka penting dilakukan kualifikasi secara ketat, guna menentukan faktor mana yang paling pen­ting. Kesimpulan tidak lain berbicara mengenai faktor apa yang memberikan pengaruh pa­ling dominan (paling kuat) dan demi kepentingan siapa unsur akar tersebut bekerja. Seba­gaimana diungkapkan di depan, kesimpulan tidak menjadi sesuatu yang final, melainkan akan mungkin diperbaiki menurut temuan-temuan atau data baru.

Gender
Pengertian Gender
§ Kata "Gender" berasal dari bahasa Inggris "gender" berarti "jenis kelamin". Dalam Webter New World Dictionary, gender diartikan sebagai "perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku".
§ Di dalam Women Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membut pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
§ Hilany M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender, an Introduction mengatakan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural ecpectations for women and men), Pendapat ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperli Linda L. Lindsey, yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-Iaki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (what A given society difines as masculine or feminine is a component of gender).
§ HT. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-Iaki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan.
§ Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki­-laki dan perempuan dilihat dari konstrukli sosial budaya. Ia menekankannya sebagai konsep analisis (an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menunjukkan sesuatu.
§ Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita dengan ejaan "gender". Gender diartikan sebagai "interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian karya yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
Dari berbagli definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentilikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Gender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non biologis.
Konsep gender yakni suatu hal yang melekat pada kaum laki-laki alan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manum jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosia1iasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosil dan kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara.
Perbedaan Sex dan Gender
Gender secara umum digunakan unttuk mengidentikasi perbedaan laki-­laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Sedangkan sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis. Istilah sex berkonsentrasi pada aspek biologis seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormone dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sementara gender lebih banyak berkonsentrasi pada aspek sosial budaya, psikologis dan aspek-aspek non biologis lainnya.
Secara fisik biologis, laki-laki dan perempuan tidak saja dibedakan oleh identitas jenis kelamin, bentuk dan anatomi biologi lainnya, melainkan juga komposisi kimia dalam tubuh. Perbedaan yang terakhir ini menimbulkan akibal-akibat fisik biologis seperti laki-laki yang mempunyai suara lebih besar, berkumis, berjenggot, pinggul lebih ramping dan dada yang datar. Sementara perempuan mempunyai suara lebih bening, buah dada menonjol, pinggul umumnya lebih besar dan organ reproduksi yang amat berbeda dengan laki-­laki.
Implikasi Perbedaan Biologis Terhadap Manusia
Anatomi biologis dan kompotisi kimia tubuh manusia memiliki beberapa keunggulan sebagaimana dapat dilihat dalam perilaku manusia. Potensi keunggulan ini menjadikan manusia sebagai penguasa di kaumi (khalifah fil Ard).
Perbedaan anatomi biologis dan komposisi kimia dalam tubuh oleh sejumlah ilmuwan dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing urgen, misalnya, mengidentifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan yaitu:
Laki-Iaki (Masculine) Perempuan (Feminine)
Sangat agresif Tidak selalu agresif
Obyektif Subyektif
Lebih logis Kurang logis
Kompetitif Kurang kompetitif
Mendunia Konsentrasi dirumah

Kalangan feminis dan ilmuwan Marxis menolak anggapan diatas dan menyebutnya hanya sebagai bentuk stereotipe gender. Mereka membantah adanya skematisasi perilaku manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Perbedaan anatomi tubuh dan genetika antara laki-laki dan perempuan didominisir dan dipolitisir terlalu jauh sehingga seolah-olah secara subtansial perempuan lebih rendah dari pada laki-laki.
Anggapan bahwa laki-laki 1ebih kuat, lebih cerdas, dan emosional, lebih stabil, sementara perempuan lemah, kurang cerdas dan emosinal, kurang stabil hanyalah stereotipe gender. Para feminis menunjuk beberapa faktor yang dianggap sebagai agen pemasyarakatan (“agent of civilization”) stereotip gender, antara lain penganut bahwa susana keluarga, kehidupan ekonomi dan susana sosial politik.
Namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan gender (gender inequelities) bagi kaum laki-laki terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yakni: marginnalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau dalam pelabelan negatif kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.
Uraian berikut membahas secara lebih rinci masing-masing kelidakadilan gender (gender inequalities), sbb:
Gender dan Marginalisasi Perempuan
Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan. sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya; penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi, namun adalah satu bentuk pemiskinan, disebabkan oleh gender. Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme protes marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender tersebut. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
Banyak studi telah dilakukan dalam rangka membahas program pembangunan pemerintah yang menjadi penyebab kemiskinan kaum perempuan. Misalnya program _adaya pangan atau revolusi hijau (green revolution) secara otonomi telah menyingkirkan kaum perempuan dan pekerjaannya sehingga memiaskinkan mereka. Di Jawa misalnya, program revolusi hijau dengan memperkenatkan jenil padi unggul yang timbul lebih rendah, dan pendekatan panen dengan sistem tebang menggunakan bibit tidak lagi memungkinkan pemanenan menggunakan ani-ani padahal alat tersebut melekat dan digunakan oleh kaum perempuan. Akibatnya banyak kaum perempuan miskin di dan termarginalkan yakni semakin miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan disawah padi musim panen. Berarti program revolusi hijau dirancang tanpa mempertimbankan aspek gender.
Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, tetapi rugi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur atau bahkan bangsa. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat-istiadat maupun tafsir keagamaan misalnya banyak di antara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali. Sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris setengah dari hak waris laki-laki terhadap kaum perempuan.
Gender dan Subordinasi
Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.
Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu. Di Jawa, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga. Bahkan pemerintah pernah memiliki peraturan bahwa jika suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga), dia bisa mengambil keputusan sendiri. Sedangkan bagi istri yang hendak tugas belajar ke luar negeri harus seizin suami. Dalam rumah tangga, masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil kepulusan untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka anak-anak laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktis/ perbuatan seperti itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
Gender dan Stereotipe
Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Celakanya, stereotipe aelalu merugikan dan menimbulkan kelidakadilan. Stereotipe yang diberikan kepada suatu suku bangsa tertentu misalnya Yahudi di Barat, Cina dan Asia Tenggara, telah merugikan suku bangsa tersebut. Salah satu garis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilakukan pada mereka. Misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka tiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat berkecenderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali bila pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi di mana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut.
Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invansi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental pslikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarya berawal dari berbagai sumber, namun jelas satu kekerasan terhadap satu jenis ke1amin tertentu yang disebabkan oleh bias gender ini. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related violence. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak maestrim dan bentuk kejahatan yang bila dikategorikan sebagai kekerasan gender, di antaranya:
Pertama, bentunk pemerkosaan terhadap perempuan, terrnamk dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan.
Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi di rumah tangga (domestic violence), termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap anak-anak (cild abuse).
Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin (genital mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan.
Keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). Pelacuran merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggerakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.
Kelima, kekerasan dalam bentuk propaganda pornografi adalah jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk jenis kekerasan non-fisik, yakni pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan obyek demikian juga dengan seseorang.
Keenam, kekerasan dalam bentuk sterilisasi dalam Keluarga berencana (enforced sterilization). Keluarga berencana di banyak tempat temyata telah menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan.
Ketujuh, adalah jenis kekerasan terselubung (molestion), yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dari berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan seperli ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum, seperti dalam bus.
Kedelapan, tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and emotional harrasment.
Ada beberapa bentuk yang bisa dikategorikan pelecehan seksual, diantaranya adalah:
§ Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar kepada seseorang dengan cara dirasakan dengan sangat sensitif.
§ Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.
§ Menginterogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya.
§ Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.
§ Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang bersangkutan.

Gender dan Beban Kerja (Double Burden)
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan.
Manifestasi ketidakadilan gender dalam bentuk margina1isasi ekonomi, subordinasi, kekerasan, stereotipe dan beban kerja tersebut terjadi di berbagai tingkatan. Pertama, manifestasi ketidakadilan gender tersebut teljadi di tingkat negara. Kedua, manifestasi ketidakadilan gender terjadi di tempat kerja, organisasi, maupun dunia pendidikan. Ketiga, manifestasi ketidakadilan gender juga terjadi pada adapt-istiadat, masyarakat di banyak kelompok etnik, dalam kultur suku-suku atau dalam tradisi keagamaan.
Kodrat Perempuan dalam Islam
Kodrat berasaI dari bahasa Arab qadara/qadira,- yaqduru/ yaqdiru - qudratan, Da1am kamus Munjid fi al-lughah Wal al-A'Iam, kata ini diartikan dengan qawiyyun 'ala as-syai (kuasa mengerjakan senatu), ja’alajhu 'ala miqdarih (membagi sesuatu menurut porsinya), atau qashshara (memendekkan/membatasi). Dari akar kata qadara/ qadira ini juga lahir kata taqdir (qaddra-yuqaddira - taqdir).
Bagaimana sesungguhnya pandangan Islam (a-Qur'an dan Hadits) dalam menempatkan perbedan jenis kelamin daIam konsep pranata sosial. Catatan sejarah tentang kedudukan dalam struktur sosial, khususnya masyarakat Arab pra-Islam sangat memprihatinkan. Perempuan dipandang tidak lebih dari "obyek", perlakuan seks kaum laki-Iaki dan dianggap sebagai beban dalam strata sosial. Itulah sebabnya, dalam budaya masyarakat Arab ketika itu bukan sesuatu yang naif untuk "menyingkirkan" perempuan dalam kehidupan dan pergaulan mereka. Tidak segan-segan mereka membunuh, bahkan mengubur anak perempuan mereka. AI-Qur'an sendiri secara langsung menyinggung hal ini dan menyindir mereka yang berpikiran picik yang menganggap anak, khususnya perempuan, hanya sebagai beban sosial dan ekonomi.
QS. Al-An'am (16): 151: … Dan janganlah kamu membubuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dam kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yag tampak diataranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membubuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya”.
Islam mengakui adanya perbedaan (distintion) antara laki-Iaki dan perempuan, bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki­-laki., namun perbedaan itu tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.
Dalam Islam, kaum perempuan juga memperoleh berbagai hak sebagaimana halnya kawan laki-laki.
a. Hak-Hak Dalam Bidang Politik.
Tidak ditemukan ayat/hadits yang melarang kaum perempuan untuk akill dalam dunia polilik. Hal ini terdapat dalam QS. &I-Taubah (9): 71, QS. al-Mumtahanah (160): 12.
b. Hak-hak dalam Memilih Pekerjaan.
Memilih pekerjaan bagi perempuan juga tak ada larangan baik itu di dalam atau di luar rumah, baik secara mandiri atau secara kolektif, baik di lembaga pemerintah atau swasta. Selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan dan tetap memelihara agamanya, serta tetap menghindari dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.
c. Hak memperoleh pekerjaan.
Kalimat pertama yang diturunkan daIam Al-Qur'an adalah kalimat perintah, yaitu perintah untuk membaca (iqra'). Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan tidak hanya bagi kaum laki-Iaki lelapi juga perempuan "menuntut ilmu pengetahuan difardlukan kepada kaum Muslim laki-Iaki dan perempuan".
TEOLOGI PEMBEBASAN
Ya Allah, Tuhan orang-orang yang terampas!
Engkau hendak merahmati
Orang-orang yang terampas di dunia ini,
Orang kebanyak yang bernasib tak berdaya
Dan kehilangan hidup,
Orang yang diperbudak sejarah,
Korban-korban penindasan
Dan penjarahan waktu,
Orang-orang celaka di atas bumi ini,
Menjadi pemimpin-pemimpin umat manusia
Dan pewaris-pewaris bumi.
Sekarang sudah tiba waktunya
Dan orang-orang terampas di atas bumi ini
Merupakan pengharapan akan janji-Mu
Berbicara tentang teologi pembebasan dalam diskusi-diskusi resmi atau tak resmi memang terasa problematik. Seringkali diskusi seperti ini dicurigai sebagai gerakan pemikiran kekiri-kirian yang diasosiasikan dengan pendukung komunisme atau dianggap menyebarkan pemikiran subversif. (khususnya pada era Orde Baru lalu). Setelah Orba jatuh dan kebebasan berpikir mulai terbuka diskusi semacam ini juga dianggap tabu dan dipandang dengan mata sinis oleh sebagian kalangan. Rupanya persepsi itu disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya kesalahpahaman mengenai term teologi pembebasan (liberation theology) itu sendiri. Kedua, karena teologi pembebasan adalah terminologi yang lahir dari tradisi Kristiani, khususnya di Amerika Latin, dan tidak pernah dikenal secara eksplisit dalam khazanah pemikiran Islam. Dan ketiga, karena teologi pembebasan sedikit banyak diinspirasikan oleh ideologi kiri dari pemikiran Marxisme yang dalam sejarah perpolitikan Indonesia dianggap memiliki cacat yang tak termaafkan setelah peristiwa G 30 S.
Termonologi Teologi Pembebasan
Pada mulanya istilah teologi pembebasan atau liberation theology diperkenalkan oleh para teolog Katolik di Amerika Latin pada pertengahan abad lalu. Para teolog ini mau membedakan antara metode teologi pembebasan dengan teologi tradisional. Teologi tradisional adalah teologi yang membahas tentang Tuhan semata-mata, sementara teologi pembebasan adalah cara berteologi yang berasal dari refleksi iman di tengah realitas konkrit yang menyejarah. Yakni teologi yang memprihatini nasib dan solider kepada mereka yang menderita ketidakadilan, kalah, miskin, ditindas dan menjadi korban sejarah; teologi yang mau mentransformasikan dunia. Atau dalam ungkapan Gustavo Gutierrez: This is a theology which does not stop with reflecting on the world, but rather tries to be part of the process through which the world is transformed. It is theology which is open in the protest against trampled human dignity, in the struggle against the plunder of the vast majority of humankind, in liberating love, and in the building of a new, just, and comradely society to the gift of the Kingdom of God. (Ini teologi pembebasan] adalah sebuah teologi yang tidak hanya merefleksikan dunia, melainkan juga mencoba melakukan proses transformasi terhadapnya. Ia [teologi pembebasan] adalah teologi yang berupaya untuk melawan pelecehan terhadap martabat manusia, melawan perampasan oleh mayoritas, berupaya untuk membebaskan cinta dan membangun suatu masyarakat baru yang adil dan penuh persaudaraan untuk meraih rahmat dari Kerajaan Tuhan)(Alfred T. Hennelly, SJ, 1995: 16)
Ada banyak macam penamaan yang secara subtansial amat dekat dengan gagasan teologi pembebasan ini, diantaranya: teologi pemerdekaan (Romo Mangun), teologi Kiri (Kiri Islam ala Hassan Hanafi), teologi kaum mustadh’afin, teologi kaum tertindas, dan lain-lainnya. Masing-masing penamaan ini hendak mengartikulasikan suatu cara beragama yang otentik, yang lahir dari situasi, sejarah dan keprihatinan atas penderitaan kaum miskin dan tertindas. Oleh karena itu dengan pengertian tersebut jelas sekali teologi pembebasan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan bebas semau gue atau sikap permisif sebagaimana yang sudah disalahpahami. Anggapan seperti itu tentu saja salah alamat dan menunjukkan kebodohan saja. Untuk lebih jelas mengenai karakter dan jalan yang ditempuh teologi pembebasan, mari sejenak melihat teologi pembebasan Amerika Latin.
Teologi Pembebasan Islam, Adakah?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, pertama-tama kita perlu mengetahui kenyataan bahwa gema teologi pembebasan sejak lahirnya pada tahun 50-an dan 60-an abad lalu telah menjadi inspirasi berharga bagi perkembangan teologi-teologi pembebasan lainnya.
Di Amerika Utara misalnya ada teologi pembebasan feminis yang digerakkan oleh beberapa tokoh berpengaruh, misalnya: Elizabeth Schussler Fiorenza, Rosemary Radford Ruether, Elizabeth Johnson, Jacquelyn Grant, dan lain-lain; lalu teologi kulit hitam dengan tokoh-tokohnya, seperti James H. Cone, Martin Luther King, Jr, Malcolm X., dan Delores S. Williams; ada teologi pembebasan Hispanik dengan tokoh-tokohnya Allan Figueroa Deck, dan Mujesrista Theology; ada teologi pembebasan Afrika dengan tokoh-tokohnya Benezit Bujo, Mercy Amba Oduyoye; dan tak ketinggalan teologi pembebasan Asia dengan beberapa tokohnya Aloysius Pieris, Raimundo Panikkar, dan Chung Hyun Kyung.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa semangat dan prinsip teologi pembebasan bisa tumbuh di manapun dan dalam kebudayaan apapun ketika sistem dan struktur sosial dalam masyarakat berjalan timpang, diwarnai dengan kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, serta adegan penindasan kelompok satu atas kelompok lainnya.
Munculnya spirit pembebasan ini didorong oleh dua kecenderungan. Pertama, dalam diri manusia sebenarnya menyimpan potensi fitrah, yakni kesadaran akan kemerdekaan diri. Potensi itu akan dirasakan dan tampak manakala manusia merealisasikan kebebasan dirinya dalam tindakan-tindakan konkrit. Ketika manusia merasakan dirinya tertekan oleh beban penindasan maka dalam dirinya muncul resistensi dan kehendak untuk membebaskan diri. Kedua, dalam sebuah komunitas tertentu kesadaran pembebasan itu sudah ada dan tumbuh (minimal secara potensial) dalam tradisi budaya atau dalam dunia simbolik yang diyakini kebenarannya secara kolektif.
Misalnya dalam dongeng, cerita sejarah, mitos, atau dalam teks-teks Kitab Suci. Fakta mengenai tumbuh suburnya ragam gerakan pembebasan di Asia dan Afrika di atas menunjukkan sekali lagi bahwa ia tidak sekadar dipengaruhi oleh faktor eksternal, tetapi juga faktor internal dalam budaya itu sendiri. Oleh karena itu jika teologi pembebasan bisa tumbuh di berbagai kebudayaan, maka berdasarkan kedua hal tersebut di atas jawaban mengenai ada-tidaknya teologi pembebasan dalam Islam tampaknya bisa diperoleh pula. Pertama berdasarkan kesadaran internal umat Islam yang berkehendak mencari pembebasan dan melakukan transformasi sosial, dan kedua itu dilakukan melalui reinterpretasi terhadap sejarah dan kebudayaan umat Islam atau dengan melakukan rekonstruksi atas pesan-pesan normatif pembebasan dalam Islam sendiri.
Michael Amaladoss membuat penelitian yang sangat menarik mengenai berbagai bentuk teologi pembebasan, khususnya di Asia. Setelah mengkaji berbagai potensi dan watak pembebasan dalam agama-agama di Asia yang meliputi: agama Hindu, Buddha, Konghucu, Kristiani, Islam dan agama-agama Kosmis, Amaladoss menyimpulkan bahwa berbagai teologi tersebut menunjukkan bahwa semua agama memiliki segi-segi yang membebaskan, dan para nabi telah berusaha menyoroti unsur-unsur yang membebaskan itu dalam menafsirkan kembali tradisi agama mereka secara kreatif dan relevan (Michael Amaladoss, 2000: 270).
Adapun untuk mengetahui lebih lanjut secara diskursif wacana pembebasan dalam Islam, dalam bagian berikutnya kita akan melihat sekilas beberapa sarjana muslim seperti Ali Syariati, Asghar Ali Engeneer dan tentu saja Hasan Hanafi, yang telah mengangkat elemen-elemen pembebasan dalam Islam baik melalui pendekatan tekstual maupun pendekatan rekonstruksi simbolis dalam sejarah Islam.
Ali Syariati dan Humanisme Islam
Ali Syariati adalah seorang sarjana muslim yang disebut-sebut sebagai seorang ideolog revolusi Islam di Iran. Ia melahap habis pemikiran filsafat dan ilmu-ilmu sosial modern, dan secara cerdik menggunakan hazanah tersebut secara kritis untuk menganalisis kondisi sosial politik umat Islam. Usaha besar Syariati terletak pada upayanya untuk membeberkan kekhususan ideologi dan kebudayaan Islam, yang dengan demikian menunjukkan terdapat beberapa asas pokok pembebasan dalam agama Islam.
Ali Syariati menganalisis bahwa sesungguhnya dalam diri manusia terdapat nilai-nilai humanisme sejati yang bersifat ilahiyah sebagai warisan budaya moral dan keagamaan. Manusia adalah makhluk yang sadar-diri, dapat membuat pilihan-pilihan dan dapat menciptakan, sehingga di sepanjang sejarah umat manusia berusaha merealisasikan nilai-nilai humanisme tersebut meski yang didapatinya adalah kegetiran dan petaka saat melawan kekuasaan jahat dan penindas. Mengenai hal ini Syariati menyajikan tokoh-tokoh simbolik Kain dan Habel untuk menjelaskan dan menganalisis sejarah kekuasaan.
Menurut Qur’an Kain dan Habel mempersembahkan kurban kepada Allah. Hanyak kurban Habel yang diterima, sementara Kain, karena iri hati, membunuh Habel. Kain adalah petani dan Habel adalah gembala. Syariati melihat hal ini sebagai munculnya monopoli produksi pertanian dan hak milik pribadi yang menyebabkan munculnya ketidaksamaan ekonomis dan adanya dominasi kekuasaan. Dalam pandangan Syariati figur simbolis Kain dan Habel ini hadir di tengah sejarah kita dalam tiga bidang: uang, kekuasaan dan agama. Fir’aun adalah tokoh simbolis yang melambangkan kekuasaan, Croesus melambangkan kekayaan, dan Balaam memerankan kaum rohaniawan dan agamawan yang memonopoli agama sebagai sistem upacara ritual. Ketiganya tak henti-hentinya berkolaborasi satu sama lain dalam membangun dan melestarikan kecenderungan sejarah.Di abad Pertengahan, manusia dikurung oleh Gereja Abad Pertengahan dan sistem teokrasi yang menindas, lalu di abad Modern yang menjunjung tinggi asas liberalisme manusia dijanjikan demokrasi sebagai kunci pembebasan namun yang didapatinya adalah teokrasi baru di tangan kapitalisme. Demikian juga komunisme yang menjanjikan persamaan dan kesetaraan ternyata menghasilkan fanatisme kekuasaan yang sama mengerikannya dengan Gereja Pertengahan. Di sisi lain kapitalisme telah menjadi imperialisme dan terus berkembang menjadi sebuah sistem yang mendominasi ekonomi dan kebudayaan negara-negara dunia ketiga.
Kapitalisme telah menciptakan kebudayaan materialis yang seragam dan dalam proses melucuti akar-akar kebudayaan dan keagamaan rakyat, melucuti jati diri dan kemanusiaan mereka sehingga menjadi objek-objek yang mudah dieksploitasi. Dan celakanya dominasi budaya Barat ini dilestarikan secara sukarela oleh para intelektual setempat tanpa memahami hakikat baru penjajahan atas negara-negara dunia ketiga ini.
Dalam pandangan Ali Syariati semua ideologi dunia ini telah gagal membebaskan manusia dan sebaliknya menciptakan bentuk-bentuk ketidakadilan baru dan penindasan baru pula dalam ungkapan dan sarana yang berbeda. Karenanya untuk mengatasi problem sosial ini harus dicari jalan baru, sebuah jalan ketiga yang menurut Ali Syariati bisa diperankan oleh Islam.Dalam konteks ini Ali Syariati nampaknya memimpikan lahirnya nabi-nabi baru. Nabi-nabi baru yang diperankan oleh para pemimpin spiritual atau intelektual sebagai para pemikir bebas yang telah memperoleh pencerahan.
Menurut hemat penulis, gagasan Ali Syariati ini sangat dekat dengan gagasan Gramsci yang memberi arti penting bagi keberadaan intelektual organik. Sebagaimana Gramsci, Ali Syariati menggambarkan nabi-nabi baru atau para pemikir bebas ini sebagai pemimpin spiritual atau intelektual yang mampu berbahasa selaras dengan bahasa rakyat pada zamannya, juga mampu merumuskan pemecahan-pemecahan masalah sesuai dengan suara-suara dan nilai-nilai budaya masyarakatnya. Mereka membimbing dan bekerja demi keadilan, serta berjuang demi pembebasan umat manusia dari ketidakadilan, penindasan, pemiskinan dan penjajahan. Inilah makna kesyahidan menurut Ali Syariati, yang harus dijalani oleh para Nabi yang dalam tradisi Syiah pernah dihadapi oleh Imam Husayn (Michael Amala
KAPITALISME
Teori Dasar Ekonomi Kapitalisme
Teori dasar ekonomi kapitalisme pertamakali dirumuskan oleh Adam Smith dengan karya masterpeace-nya yang berjudul The Wealth of Nations. Salah satu cara mendasar dalam membahas teori kapitcjsme adalah d..engan mengetahui ciri mendasar sistem tersebut, yaitu pemaksimalan keuntungan individu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan publik. Kapitalisme dimaknai dengan memadukan kepentingan individu disatu pihak dan kepentingan publik dipihak yang lain. Kongklusi yang bisa ditarik dari pr1emis itu adalah bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi secara individu. Meskipun demikian, orientasi individu itu tetap merupakan tahapan awal bagi kepentingan publik atau sosial. Motif sosial yang tersembunyi (hidden social motive) itulah yang disebut oleh Adam Smith sebagai the invisible hands.
Pada tahun 1957, 17 tahun sebelurn ia menu lis The Wealth of Nations, Smith sudah mengemukakan dalam Theory of Moral Sentiments (1759) sebagai dasar filsafat teori ekonominya. Ia dengan keras menentang pendapat de Mandeville bahwa private vice makes public benevit. De Mandeville memandang bahwa kemewahan atau pengejaran keuntungan ekonomi itu dosa, meski dosa itu sendiri diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat. smith justru sebaliknya, dengan meniru gurunya Francis Hutcheson, ia mengatakan bahwa kebajikan adalah pengendalian nafsu dan bukan sebuah antipati yang mutlak. Dalam The Wealth of Nations sendiri, Smith mengatakan bahwa "The nature and causes of the wealth of nations is what is properly called political economy". Hal ini menjelaskan tentang apa sesungguhnya yang menjadi tujuan aktivitas ekonomi.
Frans Seda (1966) membuat interpretasi dalam memahami The Wealth of IVations dengan mengajukan lima prinsip fundamental dari kapitalisme murni; [1] bahwa kapitalisrne adalah pengakuan penuh pada hal milik perorangan cltau individu tanpa. batas-batas tertentu, [2] kapitalisme merupakan pengakuan akan hak individu untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi, [3] kapitalisme mengisyaratkan pengakuan akan aclanya dorongan atau motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin (provit motive), [4] kapitalisme juga memuat pengakuan akan adanya kebebasan melakukan kompetisi dengan individu lain (freedom for competition), [5] kapitalisme rnengakui berlakunya:, hukum ekonomi pasar bebas atau mekanisme pasar. Pengakuan-pengakuclrl inilah yang menurutnya disebut sebagai bentuk manifestasi dari kon~ep laissez-faire, laissez-passer sebuah konsep yang berkaitan dengan dasar teori kapitalisme.
Paham kapitalisme murni dengan tegas menolak intervensi negara. Dalam konsep yang seperti ini berlaku pula hukum besi dan berkembangnya self-interest. Hubungan kelima variabel diatas merupakan sistem. Tenaga penggerak dalam sistem kapitalisme adalah para pemilik kapital atau modal yang memiliki status ekonomi, sosial dan politik yang terhormat dalam sistem. Maka modal atau kapital merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan penting yang difungsikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan seluruh komponen atau varia bel dalam sistem kapitalisme. Akibat logisnya adalah apabila salah satu variabel tidak ada maka sistem itu akan mengalami disfungsionalisasi.
Penjelasan bahwa pemilik modal yang melakukan keseluruhan rangkaian kerja diposisikan bagi mereka yang memiliki status ekonomi, sosial dan- pQjitik yang terhormat atau terpandang dalam sebuah sistem sosial. Pemahama inilah yang kemudian hari memunculkan konsep borjuasi, yaitu sebuah tatanan yang selalu lekat dengan realitas empiris kapitalisme klasik. Sjahrir (1995) menerjemahkan The Wealth of Nations yang membidani lahirnya teori kapitalisme itu dengan membuat rincian; [1] apa yang harus diproduksi dan dialokasikan, [2] bagaimana cara memproduksi dan mengalokaasikan sumberdaya, [3] bagaimana cara mendistribusikan sumberdaya dan hasH produksi. Pemahaman lain tentang ide dasar kapitalisme diberikan oleh Max weber.
Ia mendefinisikan kapitalisme sebagai sistem produksi komoditi berdasarkan kerja berupah untuk menjual dan diperdagangkan guna mencari keuntungan. Bagai Max Weber ciri yang lebih mendasar lagi adalah sistem pertukaran pasar disebut dengan sistem mekanisme" pasar. Sistem pasar ini menimbulkan konsekuensi log is berupa proses rasionalisasi yang mengacu pad a bagaimana meraih keuntungan yang sebesar-besarnya atau akumulasi kapital yang terus menerus. Akumulasi kapital ini dimaksudkan untuk melakukan produksi barang dan jasa yang lebih menguntungkan (more profitable). Keuntungan inilah yang secara dominan bagi rasionalitas teknologi.
Sedangkan bagi Karl Marx kapitalisme adalah suatu bentuk masyarakat kelas yang distrukturasikan dengan cara khusus dimana manusia diorganis?sikan untuk produksi kebutuhan hid up. Sejalan dengan zaman kapitalisme terus berkembang dan beradaptasi dengan sejarah. Heilbroner (1991) melakukan kajian tentang kapitalisme seperti tertuang dalam bukunya ThE~ Nature of Logic Capitalism, dalam bukunya Heilbroner mermjolkan komparasi antara sosialismenya-Marx dengan kapitalisme itu sendiri. Mengenai prinsip kapitalisme murni dibutuhkan verivikasi yang lebih dalam untuk memahami variabel-variabel yang melekat pada sistem kapitalisme. Bagi Heilbroner, bahwa dunia bisnis merupakan realitas kapitalisme yang nampak dari luar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan, apapun bentuk dan rupa kapitalisme itu. Ada aspek diluar dunia kita ini yang sarna-sarna essensial meski aspek tersebut abstrak. Aspek yang dimaksud adalah dunia bawah (netherworld) yang didalamnya adalah kegiatan-kegiatan bisnis dalam keadaan terkungkung. Dunia bawah tersebut biasa disebut tangan yang tak tampak atau mekanisme-mekanisme pasar. Tampak jelas bahwa pemahaman tentang kapitalisme selalu beriringan dengan konsep the invisible hands atau tangan-tangan ajaib dan sistem mekanisme pasar yang ditawarkan.
Fernand Braudel seorang sejarawan terkemuka dari Prancis dalam bukunya CiviJizationand Capitalism, seperti dijelaskan pada bab awal buku ini periode pasca perang dingin adalah periode yang sering diinterpretasikan sebagai periode kemenangan kapitalismeatas komunisme.
Jorge Larrain memahami kapitalisme dengan menghadirkan paham komunisme. Ia mengemukakan "kapitalisme dicirikan oleh dominasi obyek atas subyek, modal atas pekerja, kondisi produksi atas produsen, buruh mati atas buruh hidup. Bahkan menurut Karl Marx kapitalisme adalah hasil dari praktek reproduksi manusia.
Menurut pengertian yang disampaikan oleh Lorens Bagus, KapitatisJ'Tle berasal dari bahasa inggris, capitalism atau kata lain caput yang berartt-" .. kepala. Kapitalisme sendiri adalah sistem perekonomian yang menekankan peranan kapital atau modal. Konklusi yang bisa digunakan untuk mengartikan kapitalisme adalah; [1] kapitalisme adalah ungkapan kapitalisme klasik yang dikaitkan dengan apa yang dimaksud Adam Smith sebagai permainan pasar yang memiliki aturan sendiri. Kapitalisme merupakan usaha-usaha kompetitif manusia yang akan dengan sendirinya berubah menjadi kepentingan bersama atau kesejahteraan sosial (social welfare). [2] kapitalisme merupakan ungkapan Pran aissez-faire, laissez-passer yang berarti semaunya, yang dilekatkan sebagai ungkapan penyifat. Ungkapan laissez-faire menekankan sebuah pandangan bahwa dalam sistem ini, kepentingan ekonomi dibiarkan berjalan sendiri agar perkembangannya berlangsung tanpa pengendalian negara dan dengan regulasi seminimal mungkin. [3] kapitalisme adalah ungkapan Max Weber bahwa ada keterkaitan antara bangkitnya kapitalisme dengan protetanisme. Kapitalisme merupakan bentuk sekuler dari penekanan protetanisme pada individualisme dan keharusan mengusahakan keselamatan sendiri.
Akar Historis Kapitalisme
Sistem perekcmomian kapitalisme muncul dan semakin dominan semenjak peralihan zaman feodal ke zaman modern. Kapitalisme seperti temuan Karl Marx menjadi sistem yang dipraktekkan di dunia bermula dipenghujung abad XIV dan awal abad XV. Kapitalisme sebagai sistem perekonomian dunia· berkaitan erat dengan kolonialisme~ Pada zaman koonialisme akonulasi modal yang tersentralisasi di eropa (Inggris) didistribusikan kebeberapa penjuru dunia, yang pada gilirannya menghadirkan kemiskinan di wilayah jajahannya. Pada kurun waktu ketika feodalisme di Eropa jatuh oleh beberap revolusi, bayak orang menganggap saat itulah terminologi kapitalisme diintrodusir, tepatnya pada abad XIV. Penjelasan atas kaitan antara kapitalisme dan kOlonialisme/ imperalisme bisa memberikan deskripsi bahwa kemunculan kapitalisme akan mudak dilacak melalui pada pemahaman sejarah negara Eropa sekaligus perluasan kapital (imperealisme) yang dilakukan. Menurut Karl Marx proses dialektika materia lis, ideologi yang bernama kapitalisme ini muncul. Pandangan ini dipertegas oleh Max Weber dengan deskripsinya tentang adanya gerakan individualisme sebagai penentangan atas eksploitasi kejam yang dilakukan oleh feodalisme. Feodalisme di Romawi dan Yunani muncul dari kelas militer dan di Eropa Tengah muncul dari kelas tuan tanah ini kemudian menempatkan kedua kelas ini sebagai pemegang hak atas kepemilikan alat produksi.
Kelahiran kapitalisme setidaknya dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin Luther King yang memberi dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberi dasar-dasar ekonomi. Luther King orang Jerman yang melakukan gerakan monumental pada 31 Oktober 1517 dengan menuliskan protes keseluruh penjuru roma. Ia tidak dapat menerima praktik pengampunan dosa yang diberlakukan di Gereja Roma. Kemudian Franklin seorang calvinis secara filosofik mengajak semua orang untuk bekerja keras mengakumulasi modal atas usahanya .~endiri. Waktu adalah uang, demikian ucapan terkenal dari Franklin. Dalam buku..An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nation, Adam Smith lebih mengkongkritkan spirit kapitalisme dalam sebuah konsep yang disebut sebagai mekanisme pasar. Basis filologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Adam smith mengatakan bahwa barang langka akan menyebabkan barang tersebut menjadi mahal dan sulit didapatkan oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Bagi produsen tatkala harga mahal kuntunganpun naik. Ketika keuntungan barang itu tinggi maka bayka produsen yang memproduksinya. Dengan demikian kelangkaan barang tersebut teratasi, sehingga barang murah dan kebutuhan masyarakat terpenuhi. Sehingga masalah yang dihadapi masyarakat diselesaikan oleh the invisible hands. Konsep ini pada tahun 1887 dihantam oleh Das Capital-nya Karl Mar. Bagi Marx kaum buruh yang terkena dampak eksploitasi itu diajaknya bersatu dalam sebuah manifesto.

Kapitalisme Awal (1500-1750)
Kapitalisme pada periode ini mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok yang ditandai dengan kehadiran industri sandang Inggris sejak abad XVI sampai XVIII. Industri sandang tersebut masih menggunakan alat pemintal yang sangat sederhana, yang pada gilirannya meningktkan surplus sosial. Pada tahap ini perkembangan kapitalisme didukung oleh tiga faktor [1] dukungan agama dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan anjuran untuk hid up hemat, [2] hadirnya logam mulia terhadap distrjbusi pendapatan atas upah, laba dan sewa, [3] keikutsertaan negara dalam membentu membentuk modal untuk berusaha. Menurut Russel dalam studinya dalam bukunya Modes of Production in World History, London and New York: Routledge 1988, mengemukakan ada tiga faktor yang menghambat kapitalisme berkembang di desa; [1] tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok taman dan hasil produksinya terbatas (limited), [2] buruh tani masih terikat pada sistem ekonomi subsistensi, [3] hasil produksi yang diperoleh hanya untuk kebutuhan pribadi.
Kapitalisme Klasik (1750-1914)
Pada fase ini ditandai dengan pergeseran perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik ke wilayah yang lebih luas, yaitu industri. Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri merupakan ciri revolusi industri di Inggris. Tepat pada fase ini kapitalisme meletakkan dasar laissez-faire, laissez-passer sebagai doktrin ekonomi Adam Smith. Kesuksesan ekonomi berdampak pada politik dan sosial sebuah negara. Pada fase kapitalisrne klasik mulai menunjukkan terbentuknya kelas-kelas yang berdasarkan kekuatan ekonomi atau kemampuan mereka dalam mengakses dan mengakumulasi kapital.


Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914)
Fase ini berkembang pada abad XIX tepatnya pada tahun 1914 dengan aksiden Perang Dunia I sebagai momentum utama. Kapitalisme lanjut ditandai oleh tiga momentum; [1] pergeseran dominasi modal dari eropa ke Amerika, [2] Bangkitnya kesadaran bangsa Asia-Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan, [3] Revolusi Bolzhevik Rusia yang bemasrat mduluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa kepemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur sobentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Produk yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah lahirnya korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak dibidang manufaktur tetapi jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi dunia dengan teknologi yang canggih serta orientasi menghadapi ekonomi global.

Marxisme
Karl Marx dalam Lintasan Sejarah
Karl Marx, pelopor utama gagasan “sosialisme ilmiah” dilahirkan tahun 1818 di kota Trier, ayahnya ahli hukum dan diumur tujuh belas tahun Karl Marx masuk Universitas Bonn, juga belajar hukum. Belakangan dia pindah ke Universitas Berlin dan kemudian dapat gelar doktor dalam ilmu filsafat dari Universitas Jena. Entah karena lebih tertarik, Marx menceburkan diri ke dunia jumalistik dan sebentar menjadi redaktur Rheinische Zeitung di Cologne. Tapi pandangan politiknya yang radikal menyeretnya kedalam kesulitan dan memaksanya pindah ke Paris. Disitulah dia mula pertama bertemu dengan Freidrich Engels. Tali persahabatan dan persamaan pandangan politiknya mengikat kedua orang ini selalu dwi tunggal hingga akhir hayatnya. Karl Marx tak bisa lama tinggal di Paris dan segera ditendang dari sana dan pindah ke Brussel. Di kota inilah, tahun 1847, dia pertama kali menerbitkan buah pikirannya yang penting dan besar The Poverty of Philoshophy (Kemiskinan Filsafat). Tahun berikutnya bersama dengan Freidrich Engels mereka menerbitkan Communist Manifesto, buku yang akhimya menjadi bacaan dunia. Pada tahun itu juga Karl Marx kembaJi ke Cologne untuk kemudian diusir lagi dari sana hanya selang beberapa bulan. Sehabis terusir dari sana-sini, akhimya Marx menyeberang selat Canal dan menetap di London hingga akhir hayatnya.
Meskipun hanya sedikit uang dikoceknya berkat pekerjaan jumalistik, Marx menghabiskan sejumlah besar waktunya di London melakukan penyelidikan dan menulis buku-buku tentang politik dan ekonomi. (di tahun-tahun itu Marx dan familinya mendapat bantuan dari Freidrich Engels kawan karibnya). Jilid pertama Das Kapital, karya i1miah Marx terpenting terbit tahun 1867. Tatkala Marx meninggal di tahun 1883, kedua jilid sambungannya belum sepenuhnya rampung. Kedua jilid sambunganya itu disusun dan diterbitkan oleh Engels berpegang pada cacatan-catatan dan naskah yang ditinggalkan Marx. Karya tulisan Marx merumuskan dasar teoretis komunisme. Ditilik dari perkembangan luar biasa gerakan ini di abad ke-20. Komunisme mempunyai am penting jangka panjang dalam sejarah. Sejak timbulnya komunisme sebagai bagian tak terpisahkan dari masa kini, terasa sedikit sulit menentukan dengan cermat perspektif masa depannya. Kendati tak seorangpun sanggup memastikan seberapa jauh Komunisme bisa berkembang dan seberapa lama ideologi ini bisa bertahan, yang sudah pasti dia merupakan ideologi kuat dan tangguh serta berakar kuat menghujam ke Bumi, dan sudah bisa dipastikan punya pengaruh besar di dunia untuk paling sedikit beberapa abad mendatang.
Pada saat ini sekitar seabad sesudah kematian Marx jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme mendekati angka 1,3 Milyar banyaknya. Jumlah penganut ini lebih besar dari penganut ideologi manapun sepanjang sejarah manusia. Bukan sekedar jumlahnya yang mutlak, melainkan sebagai kelompok dari keseluruhan penduduk dunia. Ini mengakibatkan kaum komunis dan juga sebagian yang bukan komunis percaya bahwa, di masa depan tidak bisa tidak Marxisme akan merebut kemenangan diseluruh dunia Namun, adalah sukar untuk memantapkan kebenarannya dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. Telah banyak contoh-contoh ideologi yang tampaknya sangat punya pengaruh penting pada jamannya tapi akhimya melayu dan sirna. (Agama yang didirikan oleh Mani bisa dijadikan misal yang menarik). Jika kita surut ke tahun 1900, akan tampak jelas bahwa demokrasi konstitusional merupakan arus yang akan menjadi anutan masa depan.

Komunisme
Menyangkut komunisme, seseorang sangat percaya dan tahu persis betapa hebatnya pengaruh komunisme di dunia saat ini dan dunia masa depan, Orang pasti masih mempertanyakan arti penting Karl Marx di dalam gerakan komunis. Pemerintah Uni Soviet sekarang tidak terawasi oleh karya karya Mark yang menulis dasar dasar pikiran sepem dialektika gaya Hegel dan tentang teori "nilai lebih", Teori teori itu kelihatan kecil pengaruhnya dalam praktek perputaran roda politik pemerintah Uni Soviet, baik politik dalam maupun luar negeri.
Komunisme masa kini menitik beratkan empat ide: (1) Sekelumit kecil orang hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja yang teramat banyak jumlahnya bergelimang papa sengsara, (2) Cara untuk merombak ketidakadilan ini adalah dengan jalan melaksanakan sistem sosialis, yaitu sistem dimana alat produksi dikuasai negara dan bukannya oleh pribadi swasta, (3) Pada umumnya, satu-satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis ini adalah lewat revousi kekerasan, (4) Untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai Komunis dalam jangka waktu yang memadai.
Tiga dari ide pertama sudah dicetuskan dengan jelas sebelum Marx, sedangkan ide yang keempat berasal dari gagasan Marx mengenai "diktatur proletariat", sementara itu lamanya berlaku kediktatoran Soviet sekarang lebih merupakan langkah-Iangkah Lenin dan Stalin daripada gagasan tulisan Marx, Hal ini nampaknya menimbulkan anggapan bahwa pengaruh Marx dalam Komunisme lebih kecil dari kenyataan sebenamya, dan penghagaan orang-orang terhadap tulisan ­tulisannya lebih menyerupai etalase untuk membenarkan sifat "keilmiahan" dari pada ide dan politik yang sudah terlaksana dan diterima.
Sering dituding bahwa teori Marxis dibidang ekonomi sangatlah buruk dan banyak keliru. Tentu saja banyak dugaan­dugaan tertentu Marx terbukti meleset Misalnya Marx meramalkan bahwa dalam negeri-negeri kapitalis kaum buruh akan semakin melarat dalam pengalanan sang waktu. Jelaslah bahwa ramalan ini tidak terbukti. Marx juga meramalkan bahwa kaum menengah akan disapu dan sebagian basar orangnya akan masuk kedalam golongan proletar dan hanya sedikit yang bisa bangkit dan masuk dalam kelas kapitalis. Ini pun jelas tak terbukti. Marx tampaknya juga percaya, meningkatnya mekanisasi akan mengurangi keuntungan kapitalis, kepercayaan yang bukan saja salah tetapi juga tampak tolol. Tapi lepas apakah teori ekonomi benar atau salah, semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan pengaruh Marx. Arti penting filosof bukan terletak pada kebenaran pendapatnya tetapi terletak pada masalah apakah buah pikirannya telah menggerakkan orang untuk bertindak atau tidak. Diukur dari sudut ini, tak perlu diragukan lagi bahwa Marx punya arti penting dalam perkembangan sejarah masyarakat.
Hakekat Manusia Menurut Karl Marx
Pendirian Marx tentang hakekat manusia sanagat menentukan jawaban yang diberikannya terhadap masalah, seperti, "Apakah negara itu? Dan "Apakah sejarah itu? Dipapakan oleh Louis O. Kattsoff tentang hakekat manusia dalam penyelesaian materialisme historis, yaitu; (1) hakekat manusia adalah berubah-rubah, manusia selalu berubah secara dialektis dan historis, (2) hakekat manusia adalah tingkah laku, manusia ialah apa yang mereka kerjakan, (3) hakekat manusia adalah menguasai dan merencanakan, manusia mengubah sejarah dengan teknologinya dan ia juga mengubah dirinya sendiri, (4) hakekat manusia ditentukan oleh alat-alat produksi, orang dapat membayangkan betapa pentingnya menguasasi alat produksi bagi penganut Marxisme. Sebab, manusia ialah apa yang mereka kerjakan, dan yang mereka kerjakan ditentukan oleh cara-cara produksi, maka menguasai alat-alat produksi berarti menguasai hakikat manusia.
Keterasingan & Emansipasi Manusia
Marx meletakkan dasar emasipasi atas keterasingan manusia pada tiga hal: Pertama, emansipasi atas keterasingan manusia Karl Marx berangkat dari kritik terhadap hukum negara Hegel. Hegel melukiskan masyarakat sebagai kacau balau, sebagai bellum omnium contra omnes (perang semua lawan semua) karena satu-satunya hukum batinnya adalah pemuasan kebutuhan individu-individu. Masyarakat semacam itu mesti menghancurkan diri sendiri karena semua anggota hanya mencari kepentingan egois mereka masing-masing. Oleh karena itu masyarakat tidak boleh dibiarkan begitu saja, tetapi harus ditampung oleh negara. Maka, Hegel menganggap negara sebagai realitas dan tujuan masyarakat yang sebenamya sedangkan keluarga dan masyarakat luas ini merupakan unsur-unsmya. Anggapan itu dikritik oleh Marx, pertama, Hegel memutar balikkan tatanan yang sebenarnya. Bukan negara sebagai subyek yang unsur-unsurnya adalah keluarga dan masyarakat luas, melainkan keluarga dan masyarakat luas adalah pengandaian-pengandaian negara. Dengan sarkasme tajam Marx menulis: "Logika ini bukan unuk membuktikan negara, melainkan negara dipakai sebagai bukti logika". Marx mengkritik bahwa masyarakat luas merupakan realitas yang terpisah dari negara. Masyarakat hidup dalam dunia skizofren: Dalam masyarakat luas ia hidup sebagai individu egois terisolasi, sedangkan hakikat sosialnya terpisah daripadanya dijadikan negara yang menghadapinya sebagai kekuatan represif. Manusia harus memecahkan hakikatnya, eksistensi negara sebagai pemerintah selesai tanpa anggota masyarakat, dan eksistensinya dalam masyarakat luas selesai tanpa negara". Marx mengkritik Hegel pada dua hal; (1) Bahwa ia memutar membalikkan subyek dan obyek: Hegel menyatakan negara sebagai subyek dan masyarakat sebagai obyek, padahal kenyataan adalah kebalikannya, (2) Hegel hendak mengatasi egoisme masyarakat melalui negara sebagai penertib, hal ini berarti bahwa kesosialan (anti-egoisme) tidak masuk kembali kedalam masyarakat, melainkan hanya dipaksakan dari luar kepadanya oleh negara; padahal yang perlu adalah mengembalikan kesosialan manusia sendiri.
Kedua, emansipasi atas keterasingan manusia Karl Marx berangkat dari kritik terhadap agama. Gagasan Karl Marx tentang kritik terhadap agama bertolak dari pemikiran Feurbach (1804-1872). Feurbach memandang Hegel sebagai puncak rasionalisme modern, tetapi dalam suasana semacam ini dominasi agama tetap mewamai kehidupan sehingga dunia materi khususnya "manusia" tidak ditempatkan pada martabat semestinya. Feurbach menggariskan filsafatnya dengan corak materialistis, tetapi nama yang lebih disukainya adalah filsafat organisme. Kecenderungan ini timbul karena Feurbach pun tidak setuju dengan paham materialisme kasar yang dikembangkan oleh penganut materialisme mekanis-menurut Marx materialisme Feurbach tetap vulgar karena manusia sehakikat dengan mesin. Pada bagian ini Marx menentang paham Feurbach, karena manusia tidak semata tergantung pada kondisi materi, tetapi pada kondisi sosial, yaitu hidup dalam masyarakat 'social being that it, the live of community". Disini Feurbach telah mengabaikan corak historis serta hubungan sosial manusia. Bagi Marx agama hanyalah pemyataan radikal manusia yang menjadi korban sistem ekonomi yang tidak manusiawi, manusia terasing secara sosial. Kritik agama bagi Marx, adalah sekunder. Yang seharusnya dikritik adalah keterasingan nyata manusia dalam masyarakat modem. "Kritik surga menjadi kritik bumi, kritik agama menjadi kritik hukum, kritik teologi menjadi kritik politik". Tuntutan emansipasi manusia berubah membawa Marx secara konsekuen ke kritik masyarakat
Ketiga, emansipasi dari keterasingan manusia Karl Marx berangkat dari kritik terhadap masyarakat kapitalisme. Terjadinya masyatakat borjuis erat kaitannya dengan kapitalisme. Hakekat masyarakat borjuis adalah uang, "pelacur umum, makcomblangnya orang-orang dan bangsa-bangsa". Uang menjadikan manusia menjadi budak, yang tergantung, yang ditentukan dari luar. la menjadi komoditi. Emansipasi berarti penghapusan masyarakat seperti itu. Oleh karena itu masyakat kapitalis berdasarkan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, emansipasi menurut Karl Marx hanya dapat tercapai kalau hak milik pribadi itu dihapus. Marx menggambarkan dehumanisasi ini terjadi dibawah sistem produksi kapitalis dengan sebulan "keterasingan" (Etfremdung). Bahwa emansipasi manusia itu perlu diusahakan dan tercapai apabila manusia dapat mewujudkan diri secara bebas dari heteronomi, secara sosial, bebas dari kepentingan, secara produktif. Hubungan masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalistik bersifat eksploitatif.
Tendensi Akar Materialisme
Materialime dalam konteks pembahasan filsafat sering dilawankan dengan idealisme, sebab kedua aliran (school) ini memiliki kawasan yang bertitrik pisah dan masing-masing mempunyai ciri atau penganut dalam sejarah kemanusiaan. Materialisme yang juga lazim disebut serba zat merupakan bagian dari filsafat metafisika dan terutama ontologi. Zatlah yang menjadi sifat dan keadaan terakhir kenyataan. Segala keadaan dan kejadian berasal dari metari. Unsur dasar seluruh kenyataan adalah zat. Tendensi akar materialisme terlihat pada filosof Ionian, dan filsafat Yunani Kuno.
Materialisme Dialektis
Materialisme dialektika timbul dari perjuangan sosial yang hebat, yang muncul sebagai akibat dari Revolusi lndustri. Ide tersebut banyak kaitannya dengan Karl Marx (1818-1883) dan Freidrich Engels (1820-1895), dan telah menjadi filsafat resmi dari Rusia dan RRC; doktrin Marx dan Engels telah diberi tafsiran dan diperluas oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung dan lain-lainnya.
Materialisme dialektik walaupun sangat menghormati sains dan menyatakan bahwa persepsi indrawi sains memberi kita pengetahuan yang riil, adalah suatu pendekatan dari segi politik dan sejarah dan bukan dari segi sains alam. Disitu ditekankan pandangan bahwa perkembangan sejarah dimana materi dalam bentuk organisasi ekonomi dalam masyarakat dianggap sebagai dasar. Dengan begitu maka dipakai istilah: materialisme sejarah dan determinisme ekonomi.
Untuk memahami materialisme dialektik, kita harus memahami dan menelusuri kembali ide-ide George Hegel (1770­-1831). Hegel, seorang idealis yang pikirannya banyak mempengaruhi Marx, berpendapat bahwa alam ini adalah proses menggelarnya fikiran-fikiran. Disitu timbullah proses alam, sejarah manusia, organisme dan kelembagaan masyarakat. Bag; Hegel, materi adalah kurang riil dari pada jiwa, karena jiwa atau pikiran adalah esensi dari alam. Marx menolak idealisme Hegel ia membalikkan filsafat Hegel dan mengatakan bahwa materilah (dan bukan jiwa atau ide) yang pokok. Materi, yang khususnya diperlihatkan oleh organisasi ekonomi dari masyarakat serta cara-cara produksi, menentukan kelembagaan politik dan sosial dari masyarakat. Kemudian hal-hal tersebut mempengaruhi pemikiran, filsafat, etika dan agama.
Walaupun Karl Marx dan Freidrich Engels menolak idealisme Hegel, tetapi mereka menerima metodologi filsafatnya, hampir seluruhnya. Dunia menurut Hegel adalah selalu dalam proses perkembangan. Proses-proses perubahan tersebut bersifat dialektik, artinya, perubahan-perubahan itu berlangsung dengan melalui tahap afirmasi atau tesis, pengingkaran atau antitesis dan akhimya sampai pada integrasi atau Sintesa.
Salah satu contoh proses dialektika yang berasal dari Hegel misalnya, menyangkut tiga bentuk negara. Bentuk negara yang pertama ialah diktatur. disini masyarakat diatur dengan baik, tetapi warga negara tidak mempunyai kebebasan apapun juga (tesis). Keadaan ini menampilkan lawannya: anarki (antitesis). Dengan bentuk negara seperti ini para warga negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hid up kemasyarakatan menjadi kacau. Tesis dan antitesis ini diperdamaikan dalam suatu sintesis, yaitu demokrasi konstitusional. Dalam bentuk negara yang ketiga ini dijamin dan dibatasi oIeh undang-undang dan kehidupan masyarakat berjalan dengan memuaskan.
Seperti semua Hegelian haluan kiri, Marx pun sangat mengagumi metode dialektika yang diintroduksikan Hegel kedalam filsafat Tetapi dialektika Hegel-katanya-berjalan pada kepalanya dan ia mau meletakkannya diatas kakinya. Maksudnya ialah bahwa pada Hegel dialektika ialah dialektika pada ide, dan ia mau menjadikannya dialektika materi. Untuk hegel dan dialektika pada umumnya, alam merupakan buah dart roh, tetapi bagi Marx dan Engels segala sesuatu yang bersifat rohani merupakan buah hasil materi dan bukan sebaliknya. Dengan demikian Marx dan Engels memihak pada usaha Feuerbach untuk mengganti idealisme dengan materialisme. Dengan menganut suatu materialisme yang bersifat dialektis, Marx dan Engels menolak materialisme abad ke-18 dan juga materialisme abad ke-19 yang kedua-duanya bersifat mekanistis. Menurut materialisme abad ke-18 tidak ada perbedaan prinsipil antara sebuah mesin dan makhluk hidup (termasuk manusia). Hanya dalam hal terakhir ini mekanisme adalah lebih pelik. Salah satu prinsip materialisme dialetik adalah perubahan dalam hal kualitas. ltu berarti bahwa kejadian pada taraf kuantitatif (misalnya pengintergrasian lebih rapat dari bagian-bagian materi) dapat menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru. Dengan cara itulah kehidupanm berasal dart materi mati dan kesadaran manusiawi berasal dari kehidupan organis.
Materialisme Historis
Produksi ditentukan oleh a1at A1at-alat itu adalah materi, yang dihasilkannya juga materi. Perkembangan sejarah adalah history (sejarah). History ditentukan oleh materi. Oleh karena itulah filsafat Marx disebut sebagai historis materialime. Manusia dapat menggunakan yang lain dart alam untuk keperluan-keperluannya. Ialah satu-satunya makhluk yang dapat mengganti kehidupannya, dan ikut mengganti sejarahnya. Tetapi pendorong untuk tindakan tidak terdapat dalam ide atau dalam keinginan seseorang atau dalam otaknya, akan tetapi pada pokoknya dalam proses produksi dan hubungan kelas masyarakat.
Pada tahun 1848 Karl Marx dan Freidrich Engels menerbitkan Manifesto Komunis, suatu dokumen yang banyak mempengaruhi gerakan revolusioner. Akhimya Karl Marx menerbitkan karyanya yang besar, Das Kapital, Jilid pertama terbit pada tahu 1867. Marx membentuk interpretasi ekonomi tentang sejarah, dan interpretasi tersebut telah berpengaruh kuat selama seratus tahun terakhir ini. Bagi Marx faktor ekonomi adalah faktor yang menentukan dalam perkembangan sejarah manusia. sejarah digambarkan sebagai pertempuran kelas, dimana alat-alat produksi, didistribusi dan pertukaran barang dalam struktur ekonomi dari masyarakat menyebabkan perubahan dalam hubungan kelas, dan ini semua mempengaruhi kebiasaan dalam tradisi politik, sosial, moral dan agama
Terdapat lima macam sistem produksi, empat macam telah muncul bergantian dalam masyarakat manusia. Sistem kelima diramalkan akan muncul pada hari esok yang dekat, dan sekarang sudah mulai terbentuk; (1) Sistem komunisme primitif, (2) Sistem produksi kuno yang didasarkan atas perbudakan, (3) Tingkatan dimana kelompok-kelompok feodal menguasasi penduduk-penduduk, (4) Timbullah sistem borjuis atau kapitalis dengan meningkatnya perdagangan, penciptaan dan pembagian pekerjaan, sistem pabrik menimbulkan industrialis kapitalis, yang memiliki dan mengontrol alat-alat produksi, (5) Masyarakat tanpa kelas atau komunisme murni.

Pikiran dasar materialisme historis adalah arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan atau dideterminasi oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang materiil. Jika sebagai contoh kita memilih pengolahan tanah, maka perkembangan sarana produksi adalah; tugal, pacul, bajak, mesin. Biarpun sarana-sarana produksi merupakan buah hasil pekerjaan manusia, tetapi sejarah tidak tergantung pada kehendak manusia. Menurut pendapat Marx manusia memang mengadakan sejarahnya, tetapi ia tidak bebas dalam mengadakan sejarahnya. sebagaimana juga materi sendiri, sejarahpun dideterminasi secara dialektis bukan secara mekanistis.
Kemanakan arah perkembangan sejarah? Apakah titik akhir dari sejarah? Marx berkeyakinan bahwa sejarah manusia menuju ke suatu keadaan ekonomis tertentu, yaitu komunisme, dimana hak milik pribadi akan diganti dengan milik bersama. Perkembangan menuju fase sejarah ini bertangsung secara mutlak dan tidak mungkin dihindarkan. Tetapi manusia dapat mempercepat proses ini dengan menjadi lebih sadar dan dengan aksi-aksi revolusioner yang berdasar atas penyadaran itu.
Epilog
Dari uraian yang dipaparkan diatas, penulis setidaknya memiliki harapan kepada segenap insan pergerakan untuk selalu menyadarkan diri sendiri akan realitas disekeliling kita yang timpang, tidak adil, dan menindas. Akan menjadi suatu hat yang sangat fatal dan busuk jika manusia selu diam melihat dan merasakan penindasan tetapi diam dan acuh. Pemikiran Karl Marx memberikan inspirasi bagi gerakan buruh di seluruh dunia untuk bergerak melawan sistem ekonomi kapitalis yang mengekspolitasi, menghisap dan menindas hakekat kesosialan manusia.
Pemikiran Karl Marx bisa dijadikan a1at atau kaca mata analisa atas sekian ketidakadilan yang disebabkan oleh negara yang repressif dan intstrumen kapitalistik internasional yang memiskinkan dan mengasingkan manusia dari fitrahnya. Maka, revolusi sosial menjadi penting untuk segera praxiskan.









Lembar quosioner ANDIR

1. Siapakah saya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
2. Apa kekuatan atau potensi saya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
3.Apa kelemahan saya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
4.Apa yang paling berhasil atau mengesankan dalam hidup saya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
5.Apa penyebabnya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
6.Apa yang paling gagal atau menyedihkan dalam hidup saya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
7.Apa penyebabnya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
8.Apa yang selama ini menjadi masalah atau penghambat dalam hidup saya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
9.Apa tujuan hidup saya?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
10.Siapa jati diri saya?
a.Saya adalah?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
b.Saya adalah?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
c.Saya adalah?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………










Faktor Internal Faktor Eksternal
STRENGTHS (Kekuatan) WEAKNESSES (Kelemahan) OPORTUNITIES (Peluang) THREATS (Ancaman)










Diagram 1
Kerangka Dasar Analisis SWOT

Lembar cerita logika pendidikan pembebasan/ pendidikan kritis
Joko,siti dan kucing
Pada suatu hari saat hujan deras ada dua ekor kucing yang kedinginan,sesaat kemudia kucing itu masuk kerumah joko dan siti. Oleh joko kucing tersebut dirawat dengan baik-baik. Oleh joko kucing tersebut harus ada di dalam rumah karena takut kucing tersebut kalau kucing tersebut akan kena penyakit atau tidak bisaa makan. Tiap pagi kucing tersebut dimandikan,dii sampo dan diberi pewangi hewan. Untuk menjaga kesehatanya tiap bulan kucing tersebut di periksakan ke dokter hewan. Setiap pagi dan sore sudah di sediakan makanan khusus makana kucing yang bergizi. Kucing itu diperlakukan sesuai dengan kehendak tuan. Kalau kucing tetrsebut makan makanan sang tuan maka kucing tersebut akan diberi hukuman misalnya dengan harus tidur diluar rumah,atau tidak diberi makan. Kucing tersebut di didik untuk menjadi penurut,tunduk dan patuh pada perintah tuan.
Lain halnya yang dilakukan siti,kucingb yang diasuh siti diperlakuakan sebagaimana fitrahnya kucing pada umumnya. Kucing tertrsebut dibiarkan mencari makanan sendiri diluar rumah,misalnya makan tikus. Kucing itu juga dibiarkan tidur diluar rumah,kucing tersebut juga tidak dimandikan dan disampo sebagaimana halnya yang dilakukan joko. Juga tidak perlu diperiksakan ke dokter4 hewan. Siti cenderung membiarkan sikucing berkelakuan liar dan tidak teratur,tetapi di biuarkan sesuai dengan kehendak kucing. Tetapi dalam benak siti kucing tersebut punya watak dan perilaku yang alami yang sudah menjadi watak dan fitrahnya. Sitipun tidak memperlakukan kucing agar selalu tunduk,patuh dan menurut pada perintah tuan.

Lembar ilustrasi cerita
Tipologi kesadaran masyarakat dan paradigma pendidikan.
Si udin anak putus sekolah
Udin adalah salah satu ribuan dari anak Indonesia yang tidak bias mengenyam pendidikan,si udin hanya bisa mengenyam pendidikan sampai kelas 2 SD.itupun ia hanya bisa beberapa kali masuk sekolah,karean keterbatasan sepatu dan seragam yang dimilki udin. Orang tuanya hanya seorang buruh tani yang menggarap sawah milik orang kaya raya di desanya. Sehingga orang tuanya tidak bisa mencukupi/membiayai SPP,beli sepatu,seragam,beli buku paket oelajaran,membayar biaya studi tour,uang gedung dan biya.biaya lainya yang diwajibkan sekolah.
Orang tuanya udin hanya pasrah pada keadaan yang menimpa kehidupannya. Terfikir dalam benak orang tua udin nanti pada saatnya pasti ada perubahan kehidupanya menjadi lebih baik.. sudah menjadi hal yang lazim dalam masyarakat kalau dada yang kaya pasti ada yang miskin.
Keadaan orang tua udin begitu adanaya karena memang tidak ada keahlian/skill yang bisa menunjang pekerjaan yang bisa menghasiljkan uang. Cra bertaninya pun sangatb tradisional,bahkan tidak mengenal intensifikasi pertanian. Selain merasa menjadi orang bodoh orang tuanya udin kadang menyalahkan dirinya sendiri karena ia sendiri tidak berpendidikan.
Pemerintah khususnya departemen pendidikan nasional nampaknya pun acuh tak acuh dengan keadaan anak putus sekolah. Subsiding sekolah sebanyak 20% DOP (dana operasioanal sekolah) ternyata belum mampu menjawab semua permasalahan itu. Keadaan ini diperparah oleh elit pemerintahan tang melakukan korupsi. Keadaan oendidikan nasioanal menjadi lebih buruk ketika muncul lembaga pendidikan yan berorientasi profit,hanay untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai di dunia kerja.duduk disekolah mengenyam pendidikan hanya sebuah mimpi bagi si udin.







Lembar quosioner GENDER
1.Ketika kelak sahabat/sahabati menikah dan punya anak,anak pertama berjenis kelamin apa yang sahabat inginkan
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.Mengapa
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
3.Bagaimana cara sahabat/sahabati mendidiknya
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com