KONSEP PERAN: TINJAUAN ULANG DAN PENGGAMBARAN

KONSENTRASI HUKUM KELUARGA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2007
KONSEP PERAN:
TINJAUAN ULANG DAN PENGGAMBARAN

A.Peran Sebagai Ketentuan Budaya Versus Keteraturan Tingkah Laku
Ada sedikitnya dua perbedaan dalam sosiologi mengenai konsep peran, yakni strukturalis tradisi yang digagas oleh Ralph Linton dan interactionis tradisi, yang perolehan daya dorong dari psikolog sosial George H. Mead. Singkatnya, perbedaan antara dua orientasi ini adalah terkait salah satu dari penekanannya. Strukturalis menggambarkan peran sebagai suatu unsur budaya (normative) yang dihubungkan dengan status sosial yang ditentukan (posisi). Lincon menjelaskan bahwa suatu peran menghadirkan aspek yang dinamis dari suatu status. Individu secara sosial ditugaskan untuk suatu status dan mendudukinya berhubungan dengan lain status. Ketika ia menaruh hak dan kewajiban yang terdapat pada status, maka berarti ia sedang melakukan suatu peran.
Linton dengan tajam menekankan konteks budaya dari peran. Ia menjelaskan bahwa peran akan digunakan untuk mengangkat total menyangkut pola teladan budaya yang berhubungan dengan status tertentu. Dengan demikian, dia meliputi sikap, perilaku dan nilai-nilai yang dianggap berasal dari masyarakat manapun dan semua para orang menduduki status.
Interactionis tradisi, pada sisi lain, meletakkan penekanan utama pada atas mutu peran yang muncul. Hal itu merupakan suatu konsepsi peran sebagai keteraturan tingkah laku yang muncul ke luar dari interaksi sosial. Sebagai contoh, bagi Turner, "peran mengacu pada suatu pola teladan yang dapat dihormati seperti perilaku yang konsisten dari jenis tunggal aktor". Karena penekanannya yang lebih besar pada ungkapan peran tingkah laku, interactionis lebih mungkin untuk menekan aspek pengembangan, dan bahkan aspek perilaku peran kreatif. Konsep derivatif memainkan peranan, dan peran seperti itu menekankan aspek interaksi peran yang menduduki posisi yang lebih terkemuka di dalam orientasi ini dibanding pandangan strukturalis.

Perbedaan antara strukturalis dan interactionis adalah perbedaan dalam memposisikan peran, tidaklah hanya perbedaan di dalam penekanannya (prescriptions versus behaviors), tetapi juga perbedaan di dalam jenis konteks sosial yang mempertimbangkan untuk analisis peranan. Pandangan strukturalis adalah paling sesuai dengan studi peran di dalam organisasi formal atau kelompok, di mana definisi budaya untuk perannya wajar dan jelas. Interactionis, pada sisi lain, lebih nyaman dengan analisa peran di dalam kelompok tidak tersusun, informal, di mana peran samar-samar digambarkan. keluarga, tentu saja, adalah suatu konteks menguntungkan untuk studi peran karena mempunyai unsur-unsur kedua-duanya yang kuat secara struktur formal dan interaksi informal. Gross et. al., dengan ringkas menjelaskan aspek yang penting menyangkut kontroversi definitif. Ia meerangkan bahwa yang memberi alasan untuk munculnya sebagian perbedaan di dalam definisi hanyalah masalah semantik. Linton dan Newcomb menggambarkan apa yang sebagai peran, Davis menggambarkannya sebagai status. Apa yang Davis gambarkan sebagai peran, Newcomb menyebutnya sebagai perilaku peran dan Sarbin sebagai peran pengundangan.
Untuk menyeleaikan konflik definisi masih memungkinkan dengan menentukan satu pengertian peran yakni sebagai seperangkat pengharapan kultural (cultural expectations) akan perilaku, sikap, nilai, ketika menggunakan kosep dinamis seperti penentuan peran, pelaksanaan peran, perilaku peran terhadap perilaku sesungguhnya yang dilakukan dalam penentuan peran.

B.Posisi Dengan Memiliki Satu Peran Versus Banyak Peran
Dalam hubungannya dengan posisi yang telah ditentukan, peran telah digunakan baik dalam bentuk tunggal maupun jamak. Linton menggunakan bentuk tunggal yang menghimpun semua perilaku dalam satu peran. Ketika ia menjelaskan peran-peran (roles) dari individu, ia mengacu pada fakta bahwa tiap orang menduduki beberapa posisi, yang mana tiap posisi melibatkan satu peran. Sebagai konsekwensi, tiap orang menetapkan beberapa peran berdasarkan sejumlah posisi.
Sebaliknya, Merton, Gross dkk., dan Bates membantah bahwa tiap posisi itu mencangkup beberapa peran. Merton menyatakan bahwa status sosial tertentu tidak hanya melibatkan peran tunggal saja, tetapi sebuah kesatuan peran. Hal tersebut meruapakan suatu karakteristik dasar struktur sosial. Fakta struktur sosisal ini dapat dinyatakan dalam penegertian yang erbeda, yakni role set (perangkat peran) yang diartikan dengan pelengkap hubungan peran yang dimiliki orang berdasarkan status sosial tertentu.
Gross dkk., memiliki pendapat yang sama tetapi tidak identik. Mereka memandang peran terdiri atas beberapa bagian, masing-masing diantaranya adalah seperangkat perilaku yang diharapkan yang dipegang oleh suatu kelompok yang terkait dengan peran tersebut. Sebagai contoh, seorang anggota dewan sekolah memegang seperangkat harapan yang diberlakukan mengenai perilaku sebagai pengawas, guru memegang seperangkat yang lain, pegawai kota memegang seperangkat yang lain, dan sebagainya.
Bates menjelaskan secara lebih spesifik dalam menghubungkan peran jamak pada satu posisi. Ia menggambarkan peran sebagai bagian dari suatu posisi. Ia menentukan posisi bapak pada peran-peran seperti pencari nafkah, orang yang disiplin, teman bermain dan lainnya. Bahkan secara lebih eksplisit lagi daripada Merton atau Gross dkk, Bates menentukan beberapa peran pada setiap posisi.
C.Perangkat Peran, Bagian Peran, dan Kumpulan Peran
Ketika rumusan Merton, Gross dkk., dan Bates memiliki persamaan dalam membagi konsep global ke dalam unit yang lebih homogen, akan tetapi ternyata pendapat mereka memiliki perbedaan. Merton dan Gross dkk., sejalan dalam memilih posisi lain sebagai dasar bagian. Dasar pemikirannya adalah bahwa ada sekumpulan harapan berbeda yang ada pada kategori orang yang dilayani sebab menduduki posisi tertentu. Dengan demikian, sektor peran seorang pengawas memuat harapan anggota dewan sekolah, guru-guru, orang tua, pejabat kota dan selainnya. Role set (perangkat peran) Merton merupakan harapan yang berbeda dari sejumlah orang yang dijalani oleh pengawas. Sebaliknya, peran menurut Bates terdiridari kesatuan norma-norma yang homogen. Secara rinci, peran merupakan bagian dari suatu posisi sosial yang mengintegrasikan atau menghubungkan bagian-bagian norma-norma sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan norm-norma lainnya yang membentuk posisi yang sama. Kesatuan norma-norma ini merupakan kesatuan peran yang mendasari adanya suatu posisi sosial. Bates membuat ilustrasi dari keluarga, menjelaskan peran-peran sebagai mitra seks, pengurus rumah tangga, guru, dan orang yang disiplin. Namun ia tidak menetapkan kategori khusus mengenai orang yang dilayani pada tiap peran. Tugas membentuk sudivisi konsep bukan berdasarkan kategori orang. Sebagai contoh, dalam peran mengurus rumah tangga, ibu melayani suaminya, putra dan putrinya, dan bahkan orang tua yang tinggal dirumahnya dengan adil.
D.Kesamaan Subkultural dan Berbagai Definisi Peran
Karena peran diartikan sebagai konsep kultural, maka kelompok apapun secara normatif boleh mendefinisikan atau membuat definisi-definisi peran. Tetapi dalam masyarakat yang heterogen, secara normatif mungkin peran didefinisikan dalam berbagai subkultural dan tidak didefinisikan dalam ruang lingkup yang lain. Demikian pula, pendefinisan peran selayaknya mengantisipasi agar keluarga-keluarga tertentu juga mengembagkan norma-norma tersendiri dan dalam keluarga-keluarga tertentu pun, suami mungkin memegang satu posisi yang menurut definisi normatif merupakan peran keluarga yang paling tepat sebagaimana istri juga memegang kedudukan yang lainnya. Dengan demikian, norma-norma, sangsi-sangsi dan aturan-aturan peran dalam prinsipnya dapat merubah peran, dari yang didukung oleh semua orang menjadi yang hanya didukung oleh sebagian masyarakat atau sebagian masyarakat yanga ada di dalamnya. Tingkatan dukungan ini disebut Jackson dengan sebutan “kristalisasi peran”. Satu peran yang disepakati oleh semua orang atau hampir keseluruhan responden dianggap sebagai kenyataan yang benar
E.Peran-Peran Yang Muncul dan Peran-Peran Yang Hilang
Literatur keluarga mendorong agar bebarapa peran baru yang dihubungkan dengan posisi orang tua dan kedudukan hubungan perkawinan muncul, sebagaimana adanya penolakan terhadap peran-peran lain. “Peran-peran yang muncul”adalah satu peran yang dapat dirasakan oleh mayoritas anak-anak dalam satu sektor tetapi tidak pada sektor yang lain dalam masyarakat. Sebaliknya, ada fakta-fakta yang mendorong penolakan terhadap aturan-aturan tentang peran kekrabatan dan peran ibu rumah tangga, meskipun secara historis peran kekerabatan dan ibu rumah tangga adalah peran-peran yang telah diakui.
Mengembangkan prosedur untuk menguji adanya peran dalam struktur normatif bertujuan untuk mendapatkan sampel dari responden yaitu: (1) apakah peran dalam struktur normatif adalah kewajiban suami-istri untuk menggunakannya dalam prilaku peran tersebut (2) jika yang memiliki tugas dalam peran tidak menjalankan perannya, apakah dia akan diberikan sanksi. Jika sebagain besar merespon secara tegas kedua pertanyaan tersebut, maka peran ada dalam pengertian normatif pada sampel populasi tersebut. Namun, struktur normatif mungkin saja lebih dari sekedar dikotomi ada atau tidaknya peran dengan pemanfaatan konsep Jackson tentang pengkristalan dan membentuk karakter peran-peran yang kurang lebinya secara relatif sebagai kenyataan yang benar.
F.Gambaran Peran-Peran Keluarga
Setelah mengulas literatur keluarga, teridentifikasi delapan peran yang berhubungan dengan kedudukan sebagai suami-istri, orang tua atau kedua-duanya. Yaitu: peran sebagai pemberi nafkah, peran sebagai ibu rumah tangga, peran sebagai pemelihara anak, peran sosialisasi bagi anak, peran seksualitas, peran rekreasi, peran kesehatan, dan peran kekerabatan/kekeluargaan. Secaa tradisional, peran sebagai ibu rumah tangga, pemeliharaan anak dan peran seksual diberikan kepada istri secara normatif. Adapun peran pemberian nafkah dibebankan kepada suami sedangkan peran lainnya yaitu peran kekerabatan dan sosialisasi anak dibebankan kepada suami dan istri. Namun akhir-akhir ini ada satu kecenderungan bagi istri untuk membagi aturan-aturan peran pemberi nafkah, dan suami berperan sebagai “ibu rumah tangga” dan pemelihara anak. Selanjutnya bagian dari tugas penelitian ini adalah untuk menetapkan apakah suami-istri merasa bahwa peran-peran tersebut seharusnya dibagi dan apakah dalam prakteknya mereka membagi peran-peran tersebut baik anatara suami-istri maupun antara keluarga dan organisasi sosial lainnya
Peran kesehatan, rekreasi dan peran seksual laki-laki dipandang sebagai perubahan dari aktifitas peran yang hanya bersifat kebolehan ke arah aktifitas peran yang bersifat ketentuan (keharusan); yaitu seseorang mungkin dulu, jika suami atau istri memerlukan bantuan suasana hati, mendengarkan masalah-masalah pasangan, atau mungkin memilih untuk tidak melakukan hal-hal tersebut mereka tidak merasa melalaikan kewajibannya. Tetapi diduga bahwa sekarang ini suami-istri mencari bantuan kesehatan tidak sebagai kegiatan yang bersifat kebolehan tetapi sebagai suatu kewajiban untuk membantu salah satu pasangan suami istri. hal yang sama diduga terjadi pada peran rekreasi dan peran seksual yang merupakan keputusan suami, dengan demikian, menjadi terkristal. Proses sebaliknya, peran “dekristalisasi” mungkin sama pentingnya. Tanggungjawab peran yang dulu merupakan satu keharusan, sekarang dipandang hanya sekedar tindakan yang bersifat disukai atau pilhan (opsional).

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com